“Bulan Sya’ban adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan, bulan Sya’ban merupakan bulan diangkatnya amal”; begitulah sabda Rasulullah tentang bulan Sya’ban. Sabda ini Rasulullah sampaikan ketika salah seorang sahabatnya menanyakan alasan beliau banyak berpuasa sunnah di bulan Sya’ban.
Hadits ini memberikan pesan bahwa di bulan ini semestinya kita menelaah petunjuk dan ajaran Rasulullah terkait dengan amaliah di dalamnya untuk kemudian kita amalkan, agar kita tidak termasuk orang yang lalai bulan Sya’ban ini.
Bila kita menelaah hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita menemukan beberapa amaliah yang semestinya dilakukan ummat Muhammad saw.di bulan ini, diantara amal-amal itu adalah:
Pertama: berdoa awal bulan saat melihat hilal Sya’ban. Sahabat Thalhah RA. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. jika melihat hilal (bulan sabit) berdoa:
اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِيمَانِ ، وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ
“Ya Allah munculkanlah bulan ini kepada kami dengan kemudahan dan keimanan, keselamatan dan ketundukan, Tuhanku dan Tuhanmu (wahai bulan) adalah Allah (HR.Turmudzi, dishahihkan oleh Syeikh al-Albani)
Kedua: Berpuasa Sunnat Sya’ban. Berdasarkan hadits dari Aisyah RA. bahwa beliau mengatakan: “Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban; dalam riwayat lain: Rasulullah berpuasa bulan Sya’ban keseluruhan, beliau berpuasa Sya’ban kecuali sedikit (Hadits Muttafaq alaih).
Imam Abu Bakr ath-Thorthusyi mengatakan: “Sesungguhnya kemuliaan bulan Sya’ban karena Rasulullah SAW. berpuasa di bulan ini, shahih riwayat tentang puasa beliau di bulan Sya’ban keseluruhan atau sebagian besarnya” .
Hadits Aisyah radhiyallah ‘anha tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah berpuasa pada sebagian besar hari-hari Sya’ban, sekalipun setelah melewati pertengahan bulan. Tentang hal ini Imam Turmudzi memberikan penjelasan: “Menurut para ulama bahwa hadits yang menyebutkan pelarangan berpuasa setelah melewati pertengahan bulan Sya’ban maksudnya adalah bahwa seseorang yang tidak berpuasa namun ketika tersisa beberapa hari Sya’ban di akhir bulan ia baru berpuasa dalam rangka Ramadhan, dan telah diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “ Jangan kalian dahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari (sebelumnya), kecuali yang bertepatan dengan puasa yang biasa ia lakukan”; hadits ini menunjukkan bahwa pelarangan itu untuk mereka yang sengaja berpuasa (akhir-akhir Sya’ban) dalam rangka Ramadhan”.
Ketiga: Memperbaiki hubungan dengan Allah ta’ala dengan memurnikan Tauhid dari segala bentuk kesyirikan, baik dalam Rububiyah-Nya,yakni keyakinan bahwa hanya Allah yang mencipta,memiliki dan memelihara, maupun Tauhid Uluhiyah,yakni mengesakan Allah dalam penyembahan kepada-Nya, dengan beribadah dalam segala bentuknya hanya kepada Allah Ta’ala, begitupula tauhid pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Membersihkan diri dari kesyirikan dengan segala bentuknya, yang kecil maupun lebih-lebih yang besar merupakan amal yang utama dan prioritas di bulan Sya’ban. Mari kita menilik kembali keyakinan, pemahaman maupun amal kita apakah ada yang terkontaminasi oleh pemahaman dan perilaku kesyirikan atau tidak, jika masih ada maka mari kita bersihkan dan murnikan.
Keempat: Membersihkan akidah, keyakinan, ibadah dan semua amal dari segala bentuk bid’ah.
Amal kita senantiasa kita harus selalu jaga agar selalu di atas sunnah dan sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW., dan itulah yang menjadikan amal kita menjadi amalan mutaqobbala (amal yang diterima), dan amal yang menyelisihi sunnah adalah amal yang sia-sia dan tidak diterima oleh Allah SWT.
Kelima: Memperbaiki hubungan dengan sesama muslim dengan membersihkan hati dan perilaku dari permusuhan, dengki, ketidak akuran, dan pemutusan silaturrahmi.
Ketiga hal tersebut berdasarkan sabda Rasulullah SAW. yang mengatakan:
إِنَّ اللهَ لَيَطَّلِعُ فيِ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
Dari Muaz RA. (juga dari Aisyah, Abu Musa, Abu Bakr RA.) bahwa Rasulullah SAW.bersabda: “Sesungguhnya Allah menyaksikan semua makhluk-Nya pada malam pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban) maka Ia mengampuni mereka kecuali orang yang musyrik (yang mempersekutukan Allah) dan musyahin (yang memusuhi) (HR. Ibnu Majah, Thabrani, Ibnu Hibban, Baihaqi; dishahihkan oleh Syekh al-Albani dalam kitab Silsilah Shahihah dan Shahih al-jami’ ash-Shogir).
Menjelaskan hadits ini, Ibnu al-Atsir mengatakan: al-Musyahin adalah al-Mu’adi (yang memusuhi, yang dengki, tidak akur, memutuskan silaturrahmi); sedangkan Imam al-Auza’i menafsirkannya dengan mengatakan: yang dimaksud dengan Musyahin pada hadits ini adalah Shohibu bid’ah (pelaku bid’ah) yang memisahkan diri dari jamaah (kaum Muslimin).
Dalam riwayat Thabrani dari Abu Tsa’labah, Rasulullah bersabda: ”Allah menyaksikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, maka Ia mengampuni orang-orang yang beriman (menjaga tauhid dan jauh dari kesyirikan), dan Ia menangguhkan orang-orang kafir, dan membiarkan orang-orang yang dengki dengan kedengkiannya sampai mereka terlepas dari-Nya” (H.R Thabrani, dihasankan oleh Syeikh Al-Baniy dalam Shahih Jami’).
Pesan yang bisa kita tangkap dari kedua hadits tersebut adalah bahwa kita sebagai hamba Allah yang menginginkan ampunan dari-Nya hendaknya membersihkan Aqidah kita dari kesyirikan, membersihkan keyakinan dan amal kita dari hal-hal bid’ah, dan membersihkan hati dan jiwa kita dari kedengkian dan hubungan yang buruk dengan sesama muslim, singkatnya memperbaiki hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia.
Sedangkan mengenai shalat pada malam nishfu sya’ban, Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa Jilid 23 hal 131 mengatakan: “bila seseorang melakukan shalat sendirian atau berjamaah khusus sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa orang dari kalangan salaf maka itu ahsan (lebih baik); sedangkan berkumpul di masjid-masjid untuk melakukan shalat tertentu dengan jumlah tertentu seperti kumpul berjamaah melakukan shalat seratus rakaat dengan membaca seribu Qul huwallahu Ahad (sering disebut sebagai shalat al-fiyah) secara terus menerus, maka ini adalah bid’ah yang tidak ada satupun dari ulama yang menyarankannya”. Jadi menurut beliau boleh saja menghidupkan malam itu dengan ibadah malam yang biasa dilakukan tidak dengan yang baru dan aneh.
Keenam: Memberikan penerangan kepada ummat tentang Ramadhan, baik sisi keutamaan dan dilipat gandakannya pahala, maupun sisi-sisi hukum terkait dengan ibadah Ramadhan; hal ini kita bisa tangkap dari penjelasan Rasulullah SAW. diantaranya sabda beliau tentang keutamaan Ramadhan yang mengatakan: “Bila tiba malam pertama Ramadhan maka setan-setan dibelenggu, ditutup pintu neraka, dibuka pintu surga, ada penyeru yang mengatakan “wahai para pencari kebaikan datanglah!, dan wahai para pencari kejahatan cukupkanlah! Dan Allah memiliki ‘Atiq (orang yang dibebaskan dari neraka) setiap malam Ramadhan” (H.R. Turmudzi, dihasankan oleh Syeikh Al-bani). Begitupula hadits-hadits tentang penjelasan beliau mengenai beberapa hukum di antaranya penjelasan beliau tentang larangan berpuasa sehari sebelum Ramadhan, hukum-hukum terkait hilal dan lainnya.
Melalui tulisan ini penulis mengajak diri saya dan hadirin semua untuk kita hidupkan bulan Sya’ban ini dengan amal-amal yang dipesankan secara langsung maupun tidak oleh Rasulullah untuk kita amalkan, dari awal masuknya bulan sampai akhir bulan, terutama yang terkait dengan yang sangat fundament dan prinsip yakni membersihkan diri dari kesyirikan dan musyahanah (permusuhan dengan sesama).
Semoga Allah memberikan kita taufiq-Nya untuk beramal di bulan Sya’ban ini, yang dengannya kita tidak termasuk orang-orang yang disebut oleh Rasul sebagai orang yang Ghoflah (lalai) di bulan ini, dan semoga Allah menyampaikan kita ke bulan yang mulia bulan Ramadhan. Amin.
Oleh: TGH. Satriawan, Lc, MA
Mudir Ponpes ALBINA’ Dasan Baru Lombok Barat NTB
Dikutip dari status media sosial TGH. Satriawan, Lc. MA.