AmpenanNews.com – Proyek rehab kantor atau sekertariat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lombok Tengah (Loteng) yang dilakukan pada tahun 2021 lalu meninggalkan jejak pahit bagi kontraktor pengerjaan. Pasalnya hingga pekerjaan dan kontrak berakhir tak kunjung dibayar penuh oleh pihak KONI.
Direktur CV FAS, H Johari mengungkapkan kepada Ampenannews.com, nilai kontrak keseluruhan pada pengerjaan proyek itu berjumlah 199 juta. Proyek tersebut diselipkan anggaran melalui anggaran hibah pada tahun 2021 silam kepada KONI Loteng.
H Johari mengaku, awalnya Ia hanya dibayar oleh KONI sebanyak 80 juta dari nilai keseluruhan sejumlah 199 juta. Namun uang yang diberikan tersebut diambil kembali oleh pihak KONI.
“Uang itu diambil kembali sejumlah 41 juta, dan selanjutnya kembali diambil 11 juta, sehingga setelah dikalkulasi, pembayaran yang belum selesai dibayar yakni sejumlah 147 juta, ” Ungkapnya, Kamis (24/02/22).
Proyek yang Ia kerjakan dengan kontrak muali dari April tahun 2021 itu, Ia kerjakan dengan kontrak rehab pada bualan Mei 2021 itu sempat putus kontrak. Namun kemudian dapat diselesaikan pasca pada bulan Oktober 2021 lalu. Dengan pengerjaan beberapa paket, namun ada 4 paket yang bernilai dibawah 50 juta.
“Harapan saya hanya dapat di tuntaskan hak dan kewajiban saja. Bayar saya dan selesai perkara ini. Diakan (KONI red) ini seharusnya pada 15 Desember 2021 sudah selesai kontrak dan harus dibayar, ” Harapnya.
Sementara, Kuasa Hukum Penggugat, Habib Al Qutbi menambahakan, bahwa pihaknya bersama direktur CV telah melakukan beberapa upaya. Mulai dari secara kekeluargaan namun tetap tidak ada kejelasan waktu penyelesaian pembayaran.
Bahkan pihaknya telah melayangkan somasi sebanyak 2 kali ke pihak KONI Loteng. Yakni pada tanggal 13 Januari 2022, dan yang kedua pada tanggal 24 Januari 2022. Akan tetapi upaya tersebut tetap saja tidak digubris positif, dan mengulur-ulur pembayaran.
“Hanya dijanjikan besok-besok saja secara terus menerus, ” Kata Habib.
Dengan kondisi tersebut, saat ini pihaknya telah melayangkan perkara gugatan di Pengadilan Negeri Praya pada tanggal 24 Februari 2022 lalu dengan daftar nomer registrasi yakni, PN PYA -022022ENZ.
“Ini (Gugatan rednya) kami lakukan mengingat tidak adanya itikat baik dari pihak pertama, untuk mau menyelesaikan. Seharusnya kalau ada itikat baik uangnya sudah ada, kemudian kenapa tidak dibayar?,” sebutnya.
Tidak sampai sana, Habib menilai bahwa ada upaya pembiaran yang dilakukan KONI. Yang mana seharusnya dengan 2 surat somasi yang dilayangkan setidaknya ada etikat baik untuk melakukan pembayaran. Bahkan ia juga menyinggung terkait bagaimana KONI menyiasati pelapran pekerjaan jika pembayaran belum diselsaikan.
“Kami sudah somasi 2 kali namun tidak ada respon. Dan kita peringati melalui sekertaris KONI pun tidak ada titik terang. Ini uang negara dan harus jelas pelaporannya. Ini pekerjaan sudah selesai tapi uang tidak ada, ” Jelasnya.
Dalam hal ini apabila tidak ada itikat baik dari pihak KONI. Maka, perkara akan dibawa ke pidana. Mengingat pihak KONI dianggap melanggar perjanjian yang disaksikan notaris dalam pembuatan kesepakatan kontrak pada waktu itu.
Kemudian terkait gugatan yang di layangkan ke PN praya itu merupakan upaya hukum terhadap pihak KONI, yang ia anggap tidak mengindahkan perjanjian, dan somasi-somasi yang telah di layangkan. Mengingat saat ini sudah jauh dari kesepakatan perjanjian, yakni pada 15 Desember 2021 lalu akan diselesaikan namun sekarang sudah melewati 2 bulan.
“Sampai saat ini tidak ada komunikasi sedikitpu, malah dia menghilang, ” ujarnya.
Sementara, Fathurrahman Bendahara Umum KONI Loteng yang dikonfirmasi Ampenannews.com melalui WhatsApp membenarkan bahwa pihaknya belum melunasi pembayaran terhadap kontraktor dengan alasan karena pengerjaan tersebut mengalami putus kontrak.
Dengan adanya pemutusan kontak itu, pihak KONI membutuhkan jasa konsultan untuk menghitung volume pekerjaan yang harus dibayar.
“Yaa benar itu hanya terkait teknis karena putus kontrak, jadi kita butuh konsultan untuk menghitung volume pekerjaan yg sudah dikerjakan dan yg blom dibayar, karena kita sudah bayar dimuka 50 juta dan setelah mulai kerja 30 juta jadi tinggal ngitung pelunasan saja,” kata Fathurrahman.
Namun disisi lain, Fathurrahman menyangkal jika dikatakan tidak punya itikat baik untuk melakukan pembayaran. Mengingat penghitingan volume oleh konsultan belum selsai, maka pembayaran belum dapat dilunasi sementara.
“Itu aja kok intinya, kita sudah bayar dan tinggal nunggu hasil penghitungan konsultan baru kita lunasi, karena ini putus kontrak jadi gak mungkin sepenuhnya sesuai kontrak,” tutupnya.