PMI Asal Lombok ke Malaysia, Antara Prosedural dan Unprosedural
Dr. Lalu Tajuddin, MSi.
Terjemahan

Pekerja Migran Indonesia (PMI) tujuan Malaysia dalam kontek waktu sejatinya telah lama terjadi. Pergerakan pekerja migran khususnya asal Pulau Lombok menuju negeri jiran Malaysia mulai marak terjadi sejak lebih dari tigapuluh tahun (30) silam, atau sekitar akhir tahun 70an.

Keberangkatan para pemburu ringgit Malaysia waktu itu seluruhnya secara mandiri, tanpa proses dan prosedur yang jelas dan resmi.

Dapat dikatakan mereka berangkat mengadu nasib dengan bekal nekat, tenaga dan keberanian, tanpa berpikir keamanan dan keselamatan.

Beberapa catatan dan kabar yang tersiar waktu itu, banyak dari calon pekerja tak berdokumen ini menjadi korban sia-sia, seperti tenggelamnya kapal yang ditumpangi, korban akibat tenggelam karena mereka harus berjuang dengan berenang untuk sampai ke daratan yang berjarak tidak kurang dari 100 meter.

Baca Juga :  Permaslahan Sampah yang tak Kunjung Selesai di Pringgabaya Lombok Timur

Tak cukup dengan itu, penderitaan yang dialami ketika sampai didaratan harus berhadapan dengan polisi Diraja Malaysia yang menyebut saudara kita ini pendatang haram.

Begitulah perjuangan awal para pemburu ringgit yang banyak menorehkan kisah duka dan lara.

Kepergian menjadi pekerja ke luar negeri waktu itu belum mendapatkan respon positif dari pemerintah, karena di era 70 – 80an Indonesia masih berjuang menekan laju pertumbuhan penduduk dan tingginya angka kematian (Fertilitas dan Mortalitas). Hingga awal tahun 90an, pemerintah telah mampu menekan laju pertumbuhan penduduk dengan berhasilnya program Keluarga Berencana (KB) secara nasional.

Era 90an, mulailah perhatian pemerintah bergeser pada bidang migrasi, artinya pemerintah mulai berbenah dengan menciptakan kebijakan terkait dengan penempatan pekerja migran ke luar negeri.

Baca Juga :  Sepekan Operasi Patuh Gatarin 2020, Pelanggaran Lalu Lintas Menurun 55,15%

Menjamurnya Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dan hadirnya perpanjangan tangan pemerintah melalui kementrian Tenaga Kerja dengan didirikannya balai Antar Kerja Antar Negara (AKAN) yang khusus menangani penempatkan tenaga kerja ke luar negeri.

Kini lebih dari 30 tahun penanganan penempatan Pekerja Migran Indonesia ke luar negeri khususnya tujuan Malysia, ternyata masih banyak ditemukan pekerja yang bermigrasi secara unprosedural.

Pilihan bermigrasi secara unprosedural cukup beralasan karena beberapa hal mendasar seperti adanya daerah perbatasan Indonesia yang berimpitan langsung dengan Malaysia, terutama di Malaysia timur, lamanya waktu keberangkatn dan pengurusan dokumen jika melalui jalur resmi, lebih mudah berpindah-pindah jika tidak sesuai upah dan beberapa alasan lainnya.

Berdasarkan pengalaman empiris dari rekan-rekan yang bersinggungan langsung dengan para pekerja migran di Malaysia, jumlah Pekerja Migran Indonesia (resmi/prosedural) termasuk asal Lombok secara kuantitatif mengalami penurunan dibanding pekerja migran asal Bangladesh dan negera Asia Tenggara lainnya.

Baca Juga :  Mengembalikan Fungsi Lahan Parkir, Puluhan Pedagang Pasar Gunung Sari di Tertibkan

Pekerja migran asal Bangladesh hanya membutuhkan waktu 2 minggu untuk sampai dan mulai bekerja di ladang-ladang yang tersebar di Malaysia, sementara pekerja asal Indonesia paling tidak membutuhkan waktu sekitar 3 bulan baru tiba dan bekerja.

Mampu dan mungkinkah Indonesia memperpendek, mempersingkat, mempercepat dalam proses penempatan tenaga kerja ke luar negeri terutama ke Malaysia? jawabannya pasti mampu dan mungkin, karena ketika kita ingin melakukan sesuatu perubahan dengan kemauan,kemampuan dan semangat yang tinggi maka tidak ada yang tidak mungkin.

Dr. Lalu Tajuddin, M.Si
Pemerhati Pekerja Migran Indonesia

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments