AmpenanNews. Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Google Initiative menggelar Training Cek Fakta di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Acara tersebut mengangkat tema “Training Cek Fakta: Melawan Gangguan Informasi Menjelang Pilkada 2024″ yang digelar pada Sabtu-Minggu, 12-13 Oktober 2024.
Selain AMSI dan Google News Initiative, turut pula Koalisi Cek Fakta yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) dan Cek Fakta. Acara tersebut menghadirkan 26 peserta yang terdiri dari Anggota AMSI NTB dan jurnalis lainnya.
Kesemoatan tersebut Ketua AMSI NTB, Farhan Bahanan dalam sambutannya mengatakan acara tersebut bertujuan untuk menumbuhkan pengetahuan jurnalis terkait dengan informasi palsu atau hoaks menjelang Pilkada 2024.
” Mengingat tahun ini adalah tahun politik dan produk hoaks yang didistribusikan paling pertama hoaks terkait politik, baru kemudian hoaks bencana dan menyusul hoaks-hoaks lainnya,” katanya.
Hans sapaan akrabnya berharap para peserta yang mengikuti kegiatan tersebut, pasca acara dapat bersinergi dalam menangkal hoaks yang muncul.
” Besar harapan saya agar teman-teman jurnalis semua dapat bersama-sama melawan hoaks menjelang, saat dan pasca Pilkada 2024 nanti melalui sarana cek fakta,” ujarnya.
Untuk Training tersebut menghadirkan dua trainer yakni Syifaul Arifin yang merupakan Anggota Mafindo sekaligus jurnalis dari Solopos.com dan Arsito Hidayatullah yang merupakan Anggota AMSI sekaligus jurnalis suara.com.
Dalam Training tersebut membahas seputar Pemilu Indonesia, Modus dan Anatomi Gangguan Informasi dalam Pemilu, Polarisasi Mengancam Demokrasi, Kampanye Pilkada dan Perubahannya di Era Digital dan Melawan Gangguan Informasi Masa Pilkada.
Pada Hari pertama, training dijelaskan seputar tantangan Pilkada, polarisasi politik hingga tips atau strategi menghindari kampanye hitam.
Dijelaskan juga model dan narasi gangguan informasi pemilu. Berkaca pada 2019, pola yang digunakan para penyebar hoaks dengan tulisan, foto editan, foto dengan caption palsu, video editan (dubbing palsu), video editan (dipotong-potong), video dengan caption atau narasi palsu dan berita/foto/video lama yang diposting ulang.
Semua itu untuk menghindari gangguan informasi Pilkada, jurnalis maupun media mainstream diminta untuk melakukan lima hal, yaitu; berkolaborasi, memastikan kuatnya standar etika di semua media, melakukan debunk secara aktif terhadap semua sumber dan konten, berperan dalam melakukan literasi dan mengingatkan masyarakat soal potensi ancaman gangguan informasi dan tidak berkontribusi dalam penyebaran konten palsu.