AmpenanNews. Hingga minggu kedua September 2024, penambahan kuota subsidi rumah melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dijanjikan pemerintah belum terealisasi. Meskipun pada 28 Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengumumkan akan ada tambahan kuota sebanyak 34 ribu unit, menjadikan total kuota rumah subsidi FLPP mencapai 200 ribu unit, para pengembang rumah subsidi di NTB masih menunggu realisasinya.
Menteri Airlangga menegaskan bahwa kebijakan ini berlaku mulai 1 September 2024 dan bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah. Namun, hingga saat ini, pengembang rumah subsidi di daerah, termasuk di Nusa Tenggara Barat (NTB), belum bisa menikmati penambahan kuota tersebut.
Sementara Ketua DPD APERSI NTB, Ismed F. Maulana, menyatakan bahwa meskipun kebijakan ini disambut baik, realisasinya belum terlihat. “Tambahan 34 ribu unit ini belum terlaksana. Kami sudah berkoordinasi dengan mitra Bank penyalur di daerah, namun memang belum ada kejelasan. Akibatnya, akad kredit tertunda, dan realisasi penambahan kuota ini belum berjalan,” ujar Ismed pada Kamis (12/09/2024).
Ismed Maulana menekankan pentingnya penambahan kuota ini, terutama di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, yang selama ini dikenal dengan program PSR (Program Sejuta Rumah). “Seharusnya, penambahan kuota ini bisa menjadi kado manis di akhir jabatan Presiden Jokowi. Jangan sampai program yang baik ini menjadi catatan kurang baik di akhir masa jabatannya,” tambahnya.
Sekretaris Umum DPD APERSI NTB, Ilman Cipta, juga menyoroti dampak dari keterlambatan ini. “Banyak pengembang yang belum bisa melakukan akad kredit karena belum ada kejelasan terkait penambahan kuota ini. Padahal, MBR yang menunggu realisasi rumah subsidi juga terdampak,” jelas Ilman.
Ilman juga menyatakan bahwa belum terealisasinya penambahan kuota ini membuat para pengembang harus berhati-hati dalam pengaturan arus kas. “Belum terealisasinya kuota membuat cash flow pengembang semakin ketat. Banyak pengembang memiliki kewajiban pembayaran di perbankan yang tidak bisa ditunda. Bahkan, banyak pekerja bangunan atau tukang yang menganggur karena tidak ada pembangunan selama beberapa bulan terakhir,” katanya.
Kedua pejabat APERSI NTB tersebut berharap agar pemerintah segera merealisasikan tambahan kuota ini. Pasalnya, sektor properti, terutama perumahan subsidi, memiliki dampak besar terhadap sekitar 180 industri terkait lainnya. “Selain pengembang, sektor-sektor lainnya, seperti industri bahan bangunan, juga akan bergerak jika ada pembangunan perumahan. Oleh karena itu, kami meminta agar kebijakan ini segera dilaksanakan,” pungkas Ilman.
Dengan semakin mendekati akhir masa jabatan Presiden Jokowi, para pengembang berharap pemerintah dapat mewujudkan janji tersebut dan memastikan kelangsungan Program Sejuta Rumah, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah di NTB dan seluruh Indonesia dapat merasakan manfaatnya.