Fraud di lembaga pemasyarakatan (lapas) telah menjadi isu krusial dalam lima tahun terakhir, mencakup berbagai bentuk manipulasi dan penyelewengan oleh staf, narapidana, atau pihak eksternal. Dampaknya tidak hanya merugikan sistem peradilan dan keamanan tetapi juga menghambat rehabilitasi narapidana. Fraud di lapas meliputi manipulasi data, penyalahgunaan wewenang, suap, dan penyelundupan barang ilegal, mengganggu integritas keuangan, operasional, dan keamanan.
Karakteristik utama fraud di lapas adalah adanya niat jahat (mens rea) dan tindakan nyata (actus reus) untuk melakukan penipuan. Praktik fraud sering kali melibatkan kolusi antara staf dan narapidana, serta penggunaan posisi kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Kelemahan dalam sistem pengawasan memungkinkan terjadinya penyelewengan, menegaskan perlunya pengawasan yang lebih ketat.
Jenis-jenis fraud di lapas mencakup penyuapan dan gratifikasi, penggelapan dana, manipulasi data, penyelundupan barang-barang terlarang, dan penggunaan kekuasaan yang melampaui batas. Di Indonesia, kasus di Lapas Sukamiskin mengungkap staf menerima suap untuk memberikan fasilitas mewah kepada narapidana kelas atas. Di Amerika Serikat, penggelapan dana dan penyelundupan narkoba oleh staf lapas menunjukkan bahwa fraud di lapas adalah masalah global yang memerlukan penanganan serius.
Dampak fraud di lapas sangat merusak, termasuk penurunan moral staf, peningkatan risiko korupsi, dan ketidakamanan di penjara. Hal ini merusak tujuan utama pemasyarakatan, yaitu rehabilitasi dan reintegrasi narapidana. Perlakuan istimewa melalui suap mengurangi efek jera dan menghambat proses rehabilitasi, memperburuk masalah sosial yang seharusnya diatasi oleh sistem pemasyarakatan.
Untuk mencegah dan menanggulangi fraud, langkah-langkah strategis diperlukan. Peningkatan pengawasan internal, pelatihan dan pendidikan untuk staf, penguatan sistem pelaporan kecurangan, dan penggunaan teknologi canggih adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan. Negara-negara seperti Swedia telah berhasil mengurangi kasus penyelundupan dan manipulasi data dengan teknologi pengawasan dan sistem manajemen narapidana yang transparan, sementara Brasil masih menghadapi tantangan besar meskipun telah melakukan berbagai reformasi.
Kebijakan yang efektif perlu disusun dengan fokus pada peningkatan alokasi anggaran untuk pengawasan, peningkatan kesejahteraan staf untuk mengurangi insentif melakukan fraud, dan kolaborasi dengan lembaga anti-korupsi untuk penegakan hukum yang tegas. Transparansi dalam operasional lapas dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan juga perlu ditingkatkan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan fraud di lembaga pemasyarakatan dapat diminimalkan, sehingga tujuan pemasyarakatan untuk rehabilitasi dan reintegrasi narapidana dapat tercapai dengan lebih baik.
Penulis: Taruna Utama I Komang Wira Dharma Sentana