AmpenanNews. Silaturahmi atau Sangkep Majelis Adat Sasak (MAS) bersama keluarga Budha di Ganjar Desa Mareje Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, yang dilaksanakan oleh dua Pengerakse Majelis Agung Majelis Adat Sasak, Dr. H. L. Sajim Sastrawan, dan Prof. Dr. H. Galang Asmara, disambut oleh Ketua Majelis Budhayana Indonesia Lombok Barat, Nasib SH SPdB., Ketua PBI, Ketua WBI dan Ketua Lembaga Umat Budha Sasak, (LUBS) Lobar, pada hari Minggu, 26/02.
Pengerakse Mejelis Agung (MA) Dr. H. L. Sajim Sastrawan, menyampaikan bahwa dalam Sangkep Beleq yang lalu ada beberapa poin penting dalam sebuah gerakan atau revolusi. Sebelumnya komunitas diluar Sasak Islam secara nyata belum diakui sebagai anggota MAS saat itu, sekarang mulai akui.
” Karena paradigma lama terjebak pada idiom adat bersendikan agama, agama bersendikan kitabullah, namun sekarang kita suku bangsa Sasak menyadari ada juga keluarga Sasak yang bukan dari Islam.
Begitu juga sebelumnya, lanjut Miq Sajim (sapaan akrabnya) kaum perempuan/bini juga belum diakui dan belum diberikan kewenangan dalam hal adat. Kini dalam Sangkep Belek telah diputuskan ada Dewan Bini sebagai representasi Kaum Bini dalam adat Suku Bangsa Sasak.
” Untuk itu, bahwa MAS harus terus berbenah yaitu Sasak untuk kemanusiaan, tidak saja Sasak untuk Sasak tapi Sasak untuk kemaslahatan umat manusia. Sehingga ada pembenahan dan penguatan lintas agama, lintas budaya dan lain sebagainya,” tuturnya.
Kesempatan itu pula Prof. Dr. H Galang Asmara, menambahkan, MAS sangat berkepentingan untuk terus membangun adat budaya Sasak. Sebelumnya saudara kita disini adalah tidak dianggap menjadi bagian Sasak, ternyata dari aktifitasnya adalah menggunakan kearifan lokal Sasak baik bahasa maupun pakaiannya. Termasuk dengan keberadaan perempuan tidak menjadi subyek adat budaya suku bangsa Sasak.
” MAS kini mulai bangkit untuk membangun ajaran yang agung dari nenek moyang kita dan sesuai dengan pranata lokal/kearifan lokal, yang kaya dengan ajaran filosofi yang luhur,” pungkasnya.
Prof Galang juga menyerukan, yang terpenting adalah menjaga prinsip toleransi yang menjadi hak asasi manusia untuk diimplentasikan menjadi kesadaan bersama. Ini semua bukan hanya untuk masyarakat Sasak saja tapi menjadi dan untuk dunia serta jagat raya.
“Kesadaran untuk dunia dan jagat raya yaitu Suku Bangsa Sasak dapat menjadi matahari yang menyinari seluruh jagat raya, atau menjadi rembulan yang dapat menyinari kegelapan dimalam hari dan dapat menjadi lentera untuk menyinari dalam belajar sehingga mampu melahirkan generasi Sasak cerdik pandai dan arif, sehingga kemudian ada kesadaran baru untuk menjadikan suku bangsa Sasak yang hebat,” jelasnya.
Prof Galang berharap agar MAS menjadi entitas yang permanen dan menjadi tonggak eksistensi suku bangsa Sasak untuk kemaslahatan ummat manusia.
Ketua Majelis Budhayana Indonesia Kabupaten Lombok Barat juga menyampaikan sampai saat ini Umat Budha disini adalah merupakan suku bangsa Sasak dan tidak terdzolimi. kami meskipun sebagai umat Budha selalu menjaga kearifan lokal yg ada disini yg sama dgn masyarakat Sasak (Islam) umumnya.
“bahkan kami tidak memelihara babi meskipun agama kami membolehkan dan dalam acara penyembelihan hewan ternak, kami selalu menggunakan orang Sasak (Islam) untuk menjaga keselarasan dengan masyarakat Sasak (Islam),”
Komunitas kami sejumlah 2.250 jiwa, lanjut Ketua MBI tersebar se lombok barat, dengan beberapa kelompok organisasi, MBI :dengan 5 Wihara
WAGABUDI dengan 2 Wihara dan perlu diketahui MBI sebagai lembaga besarnya/induk. sedangkan PBI merupakan organisasi pemuda,
WBI, organisasi Perempuan dan
Wulan Bahagia sebagai organisasi yang mengurus Jompo serta LUBS , Lembaga Umat Budha Sasak Lobar sebagai lembaga adat.
Romo Nurasih (tokoh adat Ganjar) pada kesempatan yang sama menyampaikan harapannya agar kedua kelompok dikumpulkan untuk diberikan penjelasan tentang kesadaran kesasakan utk menjaga kesatuan dan persatuan sebagai suku bangsa Sasak.
Sedangkan Romo Siki berharap dapat menyatukan masyarakat khususnya Islam Budha dan mendapatkan perlindungan dlm menjalankan ibadah dan tradisinya.
“Salah satu tradisinya adalah dalam memotong ternak selalu dengan warga Islam dan sekarang saya menjadi saksi bawa sekarang telah diakuinya warga Sasak diluar Islam khususnya umat Budha,” paparnya.
Sardi (Ketua Pemuda) sudah mengusulkan dengan FKUB bahwa untuk diadakannya dialog khusus pemuda di Mareje bahkan sebelum ada kejadian 3 Mei yang lalu untuk diadakan pembinaan dan siraman rohani tentang persatuan dan kesatuan umat beragama.
“kami berharap melalui MAS dapat melakukan itu, ada kondisi sekarang bahwa yang muda muda kurang matik/nurut pada orang tua sehingga muncul kelompok fundamentalis baik diumat Budha maupun yang lainnya, untuk itu kepada MAS dapat memberikan pencerahan kepada pemuda disini, dalam menjaga dan merawat persatuan dan kesatuan adat budaya Sasak,” harapnya.
Akhir silaturrahmi disampaikan oleh langsung Pengerakse Majelis Agung MAS untuk umat budha terutama pemuda, sudah ada perwakilan di MAS dan dapat disampaikan melalui Romo Siki sebagai Paer Lobar Lauq sudah ada SK utk dilanjutkan tugas dan fungsinya.
jangan hanya yg beragama Buda yg beragama Hindu maupun Kristen juga dikunjungi.