AmpenanNews. Prosesi pernikahan putri Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Barat, HL Gita Ariadi diliputi keagungan adat Sasak yang berlangsung di Desa Puyung, Kabupaten Lombok Tengah.
Tokoh dan putra daerah NTB, HL Gita Ariadi, melaksanakan adat Merariq bagi Lalu Moh Puguh Darmawan dengan Lale Yustika Dilla Gumita yang pada 9 September lalu besejati-selabar dan bait janji, Ahad (18/09) kemarin menikahkan putri bungsunya.
Pada hari, Sabtu (24/09) diparipurnakan dengan sorong serah aji krame adat sasak diantara rasa mengharu biru, bahagia dan syukur.
“Mohon doa restu. Semoga anak anak kami mampu membina keluarga Sakinah Mawaddah waa Rahmah. Aamiin YRA”, tulis Miq Gita di akun media sosialnya.
Turut pula hadir dalam prosesi sorong serah aji krama adat di Gedeng Beleq, Puyung, Loteng tokoh dan sesepuh masyarakat adat Sasak, tamu undangan pejabat pemerintah dan kerabat keluarga.
Dalam Sorong Serah Aji Krame merupakan salah satu karya puncak para pemimpin Sasak dalam bidang penataan system sosial dengan pintu masuk yaitu pernikahan.
Makna harfiah Sorong Serah Aji Krame bermakana persaksian tentang derajat kemartabatan. Sorong-serah beratikan persaksian, Aji bermakna derajat atau nilai dan Krame bermakna kemartabatan.
Sorong Serah Aji Krame adalah tuntunan berperilaku (Code of Behavior) bagi setiap orang Sasak yang baru memasuki jenjang berumah tangga. Sorong Serah Haji Krame di desain dengan seksama sebagai sebuah acara meletakan pondasi nilai agama secara tidak membosankan.
Dalam proses ini merujuk kepada nilai agama dalam konteks Syariat, Tarekat, Hakekat, bahkan sampai tingkat Ma’rifat. Begitulah dalamnya nilai yang terkandung dalam proses Sorong Serah dimana dalam proses ini dipersaksikan tentang essensi kejadian manusia, pada apa manusia bertanggung jawab dan kemana manusia itu akan berpulang.
Tak lupa pula bahwa Sorong Serah Aji Krame adalah metode syiar. Tujuan dari proses Sorong Serah Haji Krame adalah mempersaksikan derajat kemartabatan, Aji Krame mempelai, mempersaksikan bahwa setiap rangkaian prosesi yang ditempuh sudah berlangsung dengan baik, serta sebagai permakluman kepada masyarakat.
Sorong Serah Aji Krame ini ditentukan berdasarkan proses pernikahan yang dilalui dan memastikan proses itu sudah ditempuh secara benar dan baik.
Proses dari tahapan tersebut adalah: 1) Mbait/jemput. 2) Baik Wali atau Permohonan wali nikah. 3) Akad nikah 3) Rebaq Pucuk Atau Bait Janji (perundingan atau negosiasi) yang merupakan proses penentuan kesepakantan Aji Krame.
Kemudian disepakati mengenai hari resepsi atau Begawe, yang berlangsung dengan proses Sorong Serah Aji Krame lalu diikuti dengan proses Nyongkolan. Sebagai bentuk akhir dari proses ini adalah Bales Ones Nae (kunjungan antar keluarga dekat belah pihak).
Dalam Filosofi Aji Krame dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi ukhrwi dan sisi duniawi. Pada sisi ukhrawi, proses ini mengandung pesan spiritual yang mempertautkan kakekat diri manusia dalam hubungan dengan ‘sang pemiliknya.
Pada sisi duniawi, mengandung pesan tentang bagaimana mempelai harus merealisasikan tanggung jawab kehidupan.
Dalam design Sorong Serah Aji Krame, sisi ukhwari disebut sebagai ‘Nampak lemah’ (tanah pijakan) yang berarti pondasi spiritual dimana ia berpijak di dalam kehidupannya.
Sisi duniawi disebut sebagai ‘Olen’ yang dimaknai sebagai lakon kehidupan.
Kedua istilah ini (Nampak Lemah & Olen) di presentasikan melalui piranti berupa sejumlah uang satuan material tertentu, paling baik berbahan logam mulia atau dikonversi dengan sejumlah nilai satuan mata uang.
Sedangkan terdapat beberapa undakan sosial daalam Proses Aji Krame yaitu: a) Aji Krame Pituq Olas (Tujuh Belas/17).
Pada tingkatan ini persaksian yang dimunjulkan adalah tentang pengetahuan, kerja-kerja dan tanggung jawab sosial yang paling mendasar dan umum.
Rahasia yang terkuak pada tingkatan ‘Aji Krame Pituq Olas 17’ adalah keberadaan ke 17 lubang yang ada pada tubuh manusia, baik itu lubang yang nampak maupun tersembunyi yang mana semua lubang itu harus dijaga, dirawat, dan dipelihara dengan baik oleh kedua mempelai.
b) Aji Krame Telong Dse Telu (Tiga Puluh Tiga/33). Tingkatan ini dalah tempat dipersaksikannya tema yang bersifat terbuka terkait syariat. Dalam konteks syariat, 33 merupakan penjumlahan bilangan, 20 mewakili 20 sifat Allah ditambah 13 jumlah rukun shalat.
c) Aji Krame Enam Dse Enam (Enam Pluh Enam/66). Di undakan sosial ini terjadi lompatan besaran anfka symbol secara berlipat ganda. Itu merupakan angka bonus bagi seseorang yang mengamalkan ilmunya melalui paramudiata (pengamar) atau kerja-kerja sosial lainnya.
d) Aji Krame Seratus (Seratus/100). Seseorang pada nilai kemartabatan ini memiliki tanggung jawab mengejar dan mendekati 99 asma’ul husan + 1 jati dirinya.
e) Aji Krame Satak (Dua Ratus/200). Pada derajat kemartabatan ini, seseorang telah mendekati manusia paripurna (Insan Kamil). Pada orang ini, berpadu secara nyaris sempurna antara sifat kepemimpinan duniwi dan tingkat spiritual yang tinggi.
Untuk menyadari bahwa penikahan adalah salah satu tahap dari daur kejadian manusia, para pemimpin Sasak dari wilayah kedaulatan (kerajaan) Selaparang, Bayan, Pejanggik dan Pujut bersepakat menciptakan sebuah penataan sosial yang bernilai sangat dalam dan mendasar bagi kehidupan manusia yaitu Sorong Serah Aji Krame. Sorong Serah Aji Krame adalah persaksian tentang derajat kemartabatan.
Sorong-serah (persaksian), Aji (derajat atau nilai), dan Krame (kemartabatan).
Dalam filosofinya, terlahir, menjadi dewasa (akil baligh), menikah, memasuki usia tua dan meninggal merupakan tahapan dari daur hidup manusia. Setiap tahap dari daur hidup ini dirayakan oleh setiap suku dimanapun berada dengan cara yang berbeda beda yang dilatarbelakangi oleh sejarah, dinamaika yang alami sebagai komunitas dan agama yang dipeluk.