AmpenanNews. Usai mengikuti rapat koordinasi (Rakor) dengan Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, Kepala BPKP, dan sejumlah Menteri, bersama seluruh Kepala Daerah dan jajaran Forkopimda, Bupati Lombok Timur H.M. Sukiman Azmy menginstruksikan jajarannya untuk merumuskan kembali rancangan APBD Perubahan 2022 sesuai arahan pada rapat koordinasi tersebut.
Bupati meminta Plh. Sekretaris Daerah bersama Kepala BPKAD, yang turut hadir pada rapat tersebut, menghitung dengan cermat dana yang dapat di-realokasi guna menekan inflasi sebagai dampak pengalihan subsidi BBM.
Ia juga meminta penambahan alokasi untuk dana tidak terduga (DTT) yang dapat digunakan untuk penanggulangan inflasi.
Mencegah keragu-raguan Pemerintah Desa, Bupati juga akan menyurati masing-masing kepala desa sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Desa PDTT no. 97/2022 di daerah.
Sementara itu kepada Kepala Dinas Sosial, Bupati Sukiman menugaskan untuk segera berkoordinasi dengan PT. Pos sebagai penyalur dana bantuan langsung tunai (BLT) ini. Ditegaskannya agar PT. Pos dapat menyalurkan dana langsung ke masyarakat, setidaknya melalui kantor pos di masing-masing kecamatan, bila perlu langsung ke desa, “tidak boleh memberatkan masyarakat,” tegasnya, “apalagi sampai ada yang melakukan pemotongan,” tambah Bupati. Karena itu Bupati meminta pengawasan dari aparat penegak hukum.
Pada Rakor yang berlangsung Senin (5/9) secara virtual tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah melalui Kementerian Sosial akan menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,4 Triliun dan menyasar 20,65 Juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia. BLT ini disalurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) melalui PT. Pos Indonesia dan dibayarkan dua kali, yaitu Rp. 300 ribu pertama pada September dan Rp. 300 ribu kedua pada Desember.
Bupati menjadwalkan pada hari berikutnya untuk menggelar Rakor Kabupaten penanggulangan inflasi dan menghadirkan seluruh pihak berkepentingan seperti Forkopimda, pimpinan OPD, Camat dan Forkopimcam hingga Kepala Desa, juga instansi vertikal seperti BPS untuk mendapatkan gambaran tingkat inflasi dan upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangannya.
Pemerintah, sebagai bantalan sosial untuk penanggulangan dampak kenaikan BBM juga menyiapkan dana bantaran sosial tambahan sebesar Rp. 24,17 triliun, sekaligus mengalihkan subsidi BBM agar tepat sasaran. Langkah ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat yang terdampak.
Sedangkan Pemerintah Daerah diminta menyiapkan sebanyak 2% (dua persen) dari Dana Transfer Umum (DTU), yaitu DAU (Dana Alokasi Umum) dan DBH (Dana Bagi Hasil), untuk pemberian subsidi di sektor transportasi. Subsidi ini akan diperuntukkan bagi angkutan umum, ojek hingga nelayan, serta perlindungan sosial tambahan. Selain itu, Pemda juga diminta melindungi daya beli masyarakat.
Penggunaan dana desa (DD) juga dapat digunkan maksimal 30 persen bagi penanggulangan inflasi, di samping mendorong upaya-upaya lain seperti Padat Karya Tunai Desa (PKTD), khususnya bagi warga miskin dan miskin ekstrim, pengangguran, perempuan kepala keluarga, berpenyakit kronis/menahun, dan kelompok marjinal lainnya. Demikian pula dengan kegiatan pemanfaatan DD denga model swakelola.
Meminimalisasi keragu-raguan pemerintah daerah terkait pengalokasian dana sebagai tambahan bantalan sosial, BPKP memastikan akan melakukan pendampingan mulai dari perencanaan hingga pelaporan, termasuk memfasilitasi Pemda untuk identifikasi risiko. Ditekankan bahwa penanggulangan inflasi ini membutuhkan kecepatan dan ketepatan.