Mataram – Sebanyak 8 orang mahasiswa Universitas Mandalika (Undikma) diberhentikan sementara oleh pimpinan universitas.
Pemberhentian sementara itu buntut dari aksi demonstrasi yang pernah dilakukan mahasiswa di lingkungan universitas beberapa waktu yang lalu.
Keputusan Rektor Undikma memberhentikan sementara 8 mahasiswa ini mendapat sorotan dari berbagai kalangan, termasuk Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Nahdatul Wathan (UNW) Mataram.
“Di masa penuh kebebasan ini, sangat ironis kita lihat adanya aksi pemberhentian terhadap mahasiswa oleh petinggi kampus hanya karena menyampaikan pendapat,” kata Presiden Mahasiswa UNW, Saefullah Anshori, Senin (11/7/2022).
Melalui keterangan tertulisnya, Anshori menegaskan bahwa aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa sudah biasa. Karena sudah menjadi tugas mahasiswa memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang menyimpang.
“Jangankan Rektor, seorang Presiden, DPR, Gubernur, dan institusi lainnya di demo oleh mahasiswa,” tegasnya.
Aksi demonstrasi dilingkungan kampus, kata dia, menunjukkan adanya kesadaran seorang mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika. Di mana mahasiswa menunjukkan tanggung jawab moral sebagai orang yang berpendidikan atas dinamika sosial yang terjadi.
“Di dalam demonstrasi ada gugatan sekaligus dalih yang harusnya bisa diterima dan dijawab oleh pimpinan kampus dengan sikap ilmiah sekaligus dewasa sebagai insan berpendidikan. Ini malahan memberhentikan mahasiswanya. Padahal demonstrasi itu salah satu ekspresi dari pendidikan itu sendiri,” sambung Anshori.
Masih kata Anshori, tidak patut menjadi seorang Rektor apabila berhentikan mahasiswa karena di demo. Sebab Rektor bukanlah penguasa, melainkan dia adalah pemimpin kampus yang mampu menyelami segala dinamika yang terjadi di kampus sebagai insan yang berilmu pengetahuan. “Bukan malah berlaku sewenang-wenang,” tegas Presma UNW Mataram itu.
Anshori yang juga orang gerakan ini menambahkan, adanya demonstrasi di lingkungan kampus mestinya disyukuri. Pasalnya, di saat iklim perguruan tinggi lebih banyak berkutat pada rutinitas perkuliahan dan sejenisnya, dengan adanya aksi demonstrasi menunjukkan adanya dinamika kampus.
Pasalnya, kata dia, aksi demonstrasi adalah bagian dari kebebasan akademik civitas akademika kampus. Daripada mahasiswanya hanya kuliah, mengisi absen, mengerjakan tugas, atau sekadar bayar uang kuliah saja, kata dia lebih baik jika mahasiswa mewarnai kehidupan kampus dengan demonstrasi.
Oleh karena itu, Presiden mahasiswa UNW Mataram ini mengecam tindakan pihak rektorat Universitas Mandalika yang memberhentikan 8 mahasiswa.
“Seorang rektor terhadap mahasiswa itu seperti seorang bapak terhadap anaknya. Bukan seperti pemimpin perusahaan atau organisasi terhadap anak buah atau anggotanya,” cetusnya.
Untuk itu, lanjut Anshori, pimpinan kampus harus memiliki keluasan jiwa untuk menerima dan kearifan pengetahuan untuk bisa memberikan penjelasan kepada anak-anaknya atas suatu persoalan tertentu. Bukan mempolisikan anaknya karena kenakalannya.
“Senakal apapun seorang anak, orang tua hanya patut menghukumnya, dan itupun tetap dalam kerangka pendidikan baginya. Kan gitu logikanya, apalagi di lembaga pendidikan seperti di kampus,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merespon kejadian di Universitas Pendidikan Mandalika Mataram ini, Karena hal semacam ini jangan dianggap sepele. Ini terkait kehidupan asasi di dalam lembaga pendidikan tinggi.
“Lembaga kampus bertugas menjaga kewarasan nalar kehidupan bangsa ini. Kalau di lembaga pendidikan tinggi saja nalar sehatnya sudah terbuang dan justru cara kekuasaan yang bekerja, bagaimana di lembaga yang lain,” katanya mengakhiri.