AmpenanNews.com – Akarpohon Mataram bekerjasama dengan Tastura Mengajar menggelar kegiatan bedah buku sastrawan asal pulau Lombok Kiki Sulistyo, di Tunas Coffee, Praya, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), Pada Sabtu (11/06/22) malam.
Acara tersebut merupakan kegiatan rutin yang digelar sebagai upaya memperluas khazanah sastra dan literasi di Lombok.
Ilda Karwayu, Direktur Program Akarpohon mengatakan, kerja-kerja kolaborasi antar komunitas sudah saatnya dilebarkan agar ruang-ruang diskusi dan sirkulasi pengetahuan semakin merata di seluruh wilayah di Lombok.
“Jadi tidak hanya di Mataram, kita akan terus melakukan kegiatan-kegiatan serupa hingga ke daerah-daerah lain,” ujar Ilda.
Ia menerangkan, saat ini Lombok sedang berada di masa subur kesusastraan. Sehingga, hal itu harus dilihat juga sebagai peluang untuk memupuk semangat sastra di Lombok agar bisa tumbuh dengan baik.
“Sekarang sastrawan kita didominasi oleh anak-anak muda. Mereka tidak boleh dilepaskan begitu saja. Harus dibuat lingkungan yang dapat mendukung semangat mereka,” ucapnya.
Sementara itu, Shulhi Islami selaku pelaksana kegiatan sekaligus yang bertugas sebagai pembedah, mengaku merasa senang mendapat kesempatan membedah buku salah seorang sastrawan terkenal di Lombok. Ia juga menjelaskan bahwa forum-forum serupa, perlu diadakan lagi, sebab karakter tiap sastrawan di Lombok memiliki kekayaan bentuk yang dapat digali terus menerus.
“Dari kegiatan-kegiatan seperti ini, kita tidak hanya menambahkan pengetahuan, tetapi juga dapat mengenal lebih dekat sastrawan kita,” ucapnya.
Dijelaskan Shulhi, kedepan Tastura Mengajar pun akan melakukan pemetaan tentang jumlah sastrawan yang ada di Lombok Tengah, daerah tempat mereka aktif bergiat.
“Mungkin selanjutnya, kita yang dari Lombok Tengah akan berkunjung ke Mataram. Begitu seterusnya sampai pola kolaborasinya bisa diwariskan,” lanjutnya.
Tentang apa yang ditemukannya dari hasil bedah buku Kiki Sulistyo yang berjudul Bedil Penebusan, Shulhi mengatakan, bahwa cars Kiki mengungkapkan sejarah dengan cara yang halus dengan sudut pandang yang tidak bisa diduga-duga.
“Ia pun tidak berupaya menunggangi narasi dari sejarah yang sudah besar,” terangnya.
“Kiki masuk dari narasi kecil yang mungkin tidak pernah diketahui orang-orang. Misal, dalam banyak ceritanya, ia banyak menciptakan kesan dari situasi yang terjadi di Ampenan pada jaman Orde Baru,” pungkas Shulhi Islami. (di)