AmpenanNews.com – Ketidakpastian arah penggunaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh melalui hasil Pajak Hotel dan Restoran oleh Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Lombok Tengah (Loteng), kini memasuki babak baru.
Hal itu terlihat setelah Forum Analisis Kebijakan Untuk Rakyat Republik Indonesia (FAKTA RI) resmi melaporkan kasus tersebut ke tiga lembaga. Tiga lembaga negara itu antara lain, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB), Kejaksaan Tinggi Negri (Kejati NTB), dan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP NTB), Pada Senin (20/6/22) siang kemarin.
Tidak hanya itu, lemahnya pejabat tinggi di Pemerintah dalam menyikapi persoalan indikasi penggelapan pajak tersebut. Sedangkan Inspektorat Lombok Tengah telah menerbitkan intruksinya melalui surat Nomor: 700/27/PNS/RHS/2021/TT tertanggal 16 Maret 2021 Perihal : LAPORAN HASIL AUDIT TUJUAN TERTENTU UNTUK PAJAK HOTEL DAN RESTORAN.
Dimana, dalam LHA dari Inspektorat tersebut menyebutkan Pajak Hotel dan Restoran sebesar Rp. 992.802.410,00 belum dikembalikam oleh oknum pegawai honorer di Bappenda berinisial HI.
Lambannya respon yang ditunjukkan oleh Pejabat Lombok Tengah untuk menyikapi dugaan penggelapan pajak tersebut, maka FAKTA RI melalui Sekertaris bersama dengan Ketua Harian sekaligus Divisi Hukum FAKTA RI kemudian melaporkan kasus tersebut.
Sekretaris FAKTA RI Bambang Heri yang dihubungi AmpenanNews.com via whatsapp membenarkan bahwa pada hari Senin, 20 Juni 2022 pihaknya telah melayangkan surat laporan dugaan penggelapan Pajak Hotel dan Restoran yang dilakukan oleh salah satu Pegawai Honorer di Bappenda.
“Laporan itu kami masukkan ke Polda NTB, (Reskrimsus) dan Kejaksaan Tinggi NTB, satu lagi ke BPK RI Perwakilan NTB,” kata Bambang.
Laporan yang ia masuk ke BPK itu dimaksudkan supaya kontrol keuangan Pejabat Lombok Tengah lebih ditekankan lagi. Kemudian upaya tersebut sekaligus sebagai bahan masukan dan evaluasi dikemudian hari.
“Raihan Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), yang diberikan oleh BPK kepada pemerintah Daerah Lombok Tengah itu kami menganggap bahwa predikat tersebut kontradiktif dengan apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Bam’s sapaannya.
Sementara, Divisi Hukum FAKTA RI H. Fauzan Azima, yang dihubungi AmpenanNews.com mengatakan bahwa, dalam pandangan hukumnya bahwa persoalan tersebut merupakan upaya untuk memperoleh kepastian, bagi Fauzan arah larinya anggaran yang hampir Rp,1 M tersebut.
“Ini juga sekaligus sebagai upaya untuk memperjelas dugaan tersebut berdasarkan kajian dan proses hukum yang berlaku karena kalau melihat dari apa yang terjadi bisa saja unsurnya mengarah ke pidana,” kata Fauzan.
Kemudian, kata Fauzan, kasus ini dapat mengarah ke Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pasal 372, atau Pasal 374 Jo 415 dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Namun nantinya itu tergantung dari proses dan pengembangannya. Kita tunggu saja seperti apa nantinya, apakah masuk dugaan penggelapan, atau memang mengarah kepada unsur yang lain misalkan Korupsi Anggaran serta siapa saja yang ikut terlibat, kan demikian,” tukas Fauzan.
Pria asal Batukeliang ini juga beranggapan bahwa, uang yang diperoleh dari hasil pajak ini sangat besar peluangnya untuk dikorupsi. Namun tentu itu dapat dilakukan sebelum disetorkan ke KAS Daerah dan menjadi PAD.
“Bagi oknum pejabat yang memiliki mental korup penggunaan PAD yang bebas dan tidak mengikat inilah menjadi celah yang biasanya banyak dimanfaatkan,” pungkas Fauzan. (di)