AmpenanNews. Warga Transmigrasi UPT. Seteluk yang tergabung dalam Komunitas Tambak Inti Rakyat (TIR) Trans Seteluk, Desa Tambak Sari Kec. Poto Tano meminta Presiden RI, Ir. Joko Widodo, mencabut izin perusahaan tambak udang dengan modus Hak Guna Usaha (HGU), karena warga sudah 22 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali haknya.
“Masyarakat sudah lama sekali bertahan hidup dalam situasi masalah, terkadang masyarakat sulit untuk mencari makan untuk kehidupannya sehari hari. Karena lahan usahanya sejak tahun 2000 hingga 2022 ini diambil oleh perusahaan atas modus Hak Guna Usaha (HGU).” ujar Iying Gunawan, akrab disapa Iying ini pada 18 Februari 2022 di Sumbawa melalui pers rilisnya
Untuk masalah ini, sangat jelas pelanggaran UU dalam pengalihan dan pemindahtanganan Hak Milik Masyarakat (HMM) atas tanah transmigrasi.
Kemudian, lanjut Iying, konflik agraria antara perusahaan (korporasi) dengan masyarakat transmigrasi Tambak Sari Poto Tano masih saja jalan buntu. Belum ada keinginan kuat dari pemerintah daerah dan pusat untuk menyelsaikan konflik ini. Belum ada sikap tindakan baik dari pemerintah agar cabut izin perusahaan tersebut.” ucapnya
“Pemerintah sangat penting untuk bersikap dan i’tikat baiknya, jangan biarkan rakyat mengamuk nantinya, setelah jadi masalah besar, ribut baru mau bicara. Mestinya pemerintah segera ambil sikap sebelum masalah jadi besar. Karena konflik agraria antara masyarakat dan perusahaan PT. SAJ, PT. BHJ dan PT. Bank Harfa sungguh melelahkan.” Paparnya.
Hal ini jangan dianggap lemahnya rakyat tak kuat, nanti, kalau masyarakat tak bisa dikontrol baru pemerintah turun tangan. Padahal ini semua dari pemerintah yang memberikan izin.
“Kebijakan pemerintah memberikan lahan transmigrasi, bukan kemauan rakyat. Giliran rakyat bermasalah, malah rakyat disuruh untuk mengajukan gugatan ke PTUN, Inikan sangat terbalik logikanya.” ungkap Iying Gunawan.
Lying menyarankan, jalan tengah konflik agraria masyarakat Transmigrasi dengan korporasi di Desa Tambak Sari Kec. Poto Tano. dibuatkan PERDA Khusus Tambak Sari yang mengatur pengembalian lahan masyarakat.
” Itu solusi cepatnya. DPRD Kabupaten Sumbawa juga jangan hanya diam saja. Giliran jadi calon legislatif butuh rakyat,” ungkap Iying Gunawan
Lying juga menyayangkan kalau Bupati, Gubernur, Kemendes PDT, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) dan ATR/BPN telah melakukan kesalahan fatal dan bahkan telah melakukan pelanggaran hukum dengan memberi izin di lahan usaha transmigrasi milik masyarakat.
“Apalagi memberikan izin secara luas Hak Guna Usaha (HGU) pada lahan yang sama atas nama investasi perusahaan petambak agar ada pendapatan dan meningkat ekonomi masyarakat,” Tegasnya.
Masih kata lying, bukan mensejahterakan rakyat, justru menyengsarakan, tanpa adanya kejelasan. Padahal, apapun bentuk peralihan status lahan sebagai akibat dikerjasamakan. Rakyat waktu itu sudah menolak, sehingga kami menilai pemerintah lakukan wanprestasi.
“Hal ini sudah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2014 Pasal 31 mengenai pemindahtanganan lahan transmigrasi.” Ungkapnya.
Anehnya, pemerintah tidak berusaha datang atau mau berdialog, justru menjauhkan diri dari rakyatnya. Padahal, lahan masyarakat yang bersertifikat hak milik atas nama warga TIR Trans itu sudah menjadi Hak Guna Usaha (HGU) bahkan sekda KSB pun klaim 299 Ha.
“HGU itu berarti pekarangan beserta rumah tempat tinggal juga lahan usaha rakyat warga sendiri menilai pemerintahlah yang menggadai dengan modus HGU kepada koorporasi, lalu kemana rakyat harus pergi mengadu dan berteduh kalau tidak ke pemerintah.” tegasnya.
Adanya transmigrasi yang merupakan Program Pemerintah dalam membantu rakyat itu bagus sekali, dengan segala keluhuran ide transmigrasi, diadakanlah lahan untuk diserahkan ke masyarakat.
Peramsalahannya masih kata lying, kenapa kini tiba tiba tanah transmigrasi tersebut menjadi milik perusahaan. Sertifikat Hak Milik berubah menjadi Hak Guna Usaha. Padahal sudah tetap lahan tersebut, tempat Lahan Usaha Rakyat.
“Tampak jelas masalahnya, atas dasar apapun peralihan tanah transmigrasi yang dimiliki publik berubah menjadi milik swasta itu jelas pelanggaran. Dalam hukum itu disebut dinamakan netieg absolute and ex tunc atau Peralihan hak tersebut harus dimaknai tidak pernah ada.” tutupnya.