AmpenanNews.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), yang tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Pengelolaan aset daerah kini memanggil sejumlah pejabat penting Pemerintah Daerah (Pemda) Loteng terkait dengaan kejelaasan aset daerah yang dibangun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar 4 miliar rupiah waktu itu. Yang mana pada saat ini, keberadaan Hotel Tastura sedang banyak dipertanyakan aset maupun penghasilannya.
Adapun sejumlah pejabat penting yang dipanggil saat itu. yakni, Lalu Firman Wijaya, Sekertaris Daerah (Sekda) Loteng, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Loteng, Baiq Aluh, Kepala Badan Pengelolaan dan Aset Daerah (BPKAD) Loteng, dan Asisten Tiga Pemda Loteng.
Diketahui bahwa, aset yang dimiliki oleh Pemda Kabupaten Lombok Tengah itu saat ini sudah disulap menjadi sebuah hotel yang amat megah yang kita kenal sebagai Raja Hotel. Hotel yang berada di Pantai Kuta Mandalika itu saat ini ternyata sudah mampu memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) walaupun dengan angka masih agak jauh dari target. Yang mana pada tahun pertama ini, Management Raja Hotel hanya mampu menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemda sebesar RP.700,000,000 saja. Dengan alasan kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi.
Legewarman, SIP, anggota DPRD Lombok Tengah mengaku bahwa, pihaknya memanggil sejumlah pejabat penting itu dilakukan untuk mengetahui dan mendapat kejelasan kontribusi keberadaan Raja Hotel itu. Sebagaimana sebelumnya anggota dewan menganggap aset tersebut masih abu-abu.
Sehingga, ternyata setelah dilakukan pertemuan itu, Pemda Loteng pernah menandatangani perjanjian kontrak dengan salah satu perusahaan swasta (CV. Pelonggo) dengan nilai kontrak 2,5 miliar selama lima tahun. Akan tetapi ternyata, dengan kontrak itu pada tahun pertama terdapat sejumlah permasalahan, sehingga perusahaan itu tidak mampu membayar sesuai dengan kontrak yang disepakati.
‘’sehingga dulu CV itu mengajukan revisi terkait dengan kontrak yang sudah ada. Tetapi pada saat itu Pemda tidak terlalu menanggapi karena Pemda mengajukan agar melalui prosudur yang ada (Pengadilan) cukup dengan cara CV. Pelonggo mengajukan sedang pailit (Bangkrut) di pengadilan sebagai dasar untuk bisa ditanggapi oleh Pemda,’’ Ungkap Legewarwan saat ditemui wartawan di ruangan fraksinya.
Anehnya lagi, setelah diklarifikasi dan ditelusuri terkait dengan kontrak yang dibangun pada saat itu ternyata tidak ditemukan sampai saat ini. Sehingga, Lege menilai begitu amburadulnya tata kelola aset pada saat itu.
‘’nah, yang 2,5 miliar itu ternyata tidak ada penyelesaiannya. Tetapi pada saat itu pengakuan dari Kabag Aset (yang saat ini menjadi Asisten Tiga) tadi bahwa saat itu pernah dibentuk Tim penyelsaian yang dibuat oleh bupati, ternyata CV. Pelonggo tetap tidak mampu untuk membayar,’’ katanya.
Kemudian, setelah CV. Pelonggo ini dinyatakan tidak mampu membayar pada saat itu, Tim Penyelsaian itu mendata sejumlah asset yang dimiliki CV. Pelonggo pada bangunan Hotel Tastura tersebut. Sehingga tercatat sebanyak 1,9 Miliar yang diambil oleh Pemda.
‘’setelah dikurangi dengan asset itu, CV. Pelonggo masih memiliki hutang sebanyak RP. 140,000,000. Itu yang dari hitungan tim pada saat itu,’’ ujarnya.
Sehingga, politisi partai bulan bintang (PBB) itu menyimpulkan bahwa, pola pengelolaan asset pada saat itu sangat memperihatinkan, yang mana Pemda gelontorkan dana dari APBD sangat besar, namun tidak ada yang dapat dirasakan hasilnya oleh daerah.
‘’apalagi setelah lima tahun itu tidak ada kontrak dengan pihak ketiga, maka dikelola lah oleh Pemda. Nah, pengakuan dari pemda saat itu. Pemda hanya mampu memberikan kontribusi terhadap kas daerah hanya 8 sampai 10 juta pertahun, inikan sangat kita prihatinkan,’’ sambungnya.
Sehingga Ia berharap pengalaman hal semacam ini supaya tidak terulang kembali. Memang, hal semacam itu bukan pengalaman pertama yang dialami Pemda Loteng. Yang mana hal seperti itu juga pernah dirasakan pada bangunan megah Airotel, maka besar harapanya kedepan tidak ada lagi tata kelola yang serupa.
Kemudian terkait keberadaan Hotel Tastura yang sudah berubah menjadi Radja Hotel saat ini, Ia menilai bahwa pola kerja sama dari Pemda dan managment hotel sudah sangat bagus untuk diteruskan kedepan. Terlebih sistem perjanjian antara Pemda dengan Raja Hotel saat ini hanya Bangun Guna Serah (BGS) saja.
Adapun kelebihan yang ditemukan pada pola perjanjian kerja sama saat ini, Pemda tidak lagi harus menggelontorkan dana dari APBD untuk membangun. Untungnya lagi, pihak Raja hotel ini mau untung ataupun rugi tetap akan mendapatkan kontribusi.
‘’walaupuan awal-awal kemarin mereka (Raja Hotel Red) hanya mampu membayar sebesar RP. 700,000,000. Walaupun tidak seluruhnya dibayar, kemudian pada tahun ini Radja Hotel diwajibkan menyetor sebanyak RP. 1 000,000,000 pertahunnya. Itupun masih bisa dievaluasi selam lima tahun,’’ ucapnya
‘’selain dari kontribusi itu, pihak pengelola Hotel Raja ini juga berkewajiban untuk membayar sebanyak 5 persen dari laba pertahunnya. Jadi saat ini sistem BGS ini selama 30 tahu, setelah 30 tahun akan kembali menjadi asset daerah sepenuhnya,’’ lanjutanya.
Sementara, Lalu Firman Wijaya, Sekda Loteng yang dikonfirmasi mengatakan, saat ini Pemda Loteng sedang menertibkan sejumlah asset yang dimiliki. Untuk aset yang belum disertifikatkan maka akan segera disertifikatkan. Kemudian bagi asset yang berada diwilayah yang strategis sat ini Pemda juga tengah mendorong supaya dapat dimanfaatkan oleh pihak ketiga melalui sistem BGS.
‘’alhamdulillah, para dewan kita yang masuk dalam pansus ini memiliki maksud yang luar biasa, semata-mata bagaimana agar pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dapat mengelola asset dengan baik,’’ ungkapnya singkat.
Tidak hanya itu, Sekda juga menuturkan bawa, pihaknya di Pemda Loteng siap untuk memberikan keterangan seutuhnya kepada anggota pansus aset daerah ini.
‘’Karena saya yakin bahwa seluruh proses dari BGS Hotel Radja ini, kita sudah lakukan sesuai dengan aturan Perundang-undangan,’’ tutup Sekda.