AmpenanNews. Agustini, warga fakir miskin di Desa Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Idi Cut, Kab. Aceh Timur, yang sebelumnya sempat diberitakan atas dugaan mendapat ancaman pengusiran dari kepala desanya, kembali memberikan pengakuan yang mengejutkan, Ia mengaku dipaksa membacakan teks dari secarik kertas, yang diduga ditulis oleh kepala desa pada suatu malam rapat desa beberapa hari lalu.
Adapun teks itu diantaranya berbunyi tudingan yang menyudutkan pihak media peliput dugaan ancaman pengusiran oleh kepala desa terhadap Tini, sebagai penyebar berita hoax dan pihak yang tidak bertanggungjawab.
” Saya disuruh klarifikasi, surat dan isinya pak geuchik yang tulis, saya disuruh baca itu, ada kertas putih isi catatan yang saya baca,” ungkap ibu empat anak yang akrab disapa Tini itu, Minggu 5 September 2021.
Tini juga mengaku diberikan dua pilihan sulit oleh aparat desa yang disaksikan petugas Babinsa pada rapat desa malam itu, sehingga ia terpaksa membacakan teks yang diduga telah lebih dulu dirancang oleh sang kepala desa untuk menyudutkan awak media.
” Pada malam saya di sidang massal, saya punya dua pilihan, tanda tangani surat pernyataan yang isinya merugikan keluarga saya, dan pilihan lain saya harus mau buat siaran langsung klarifikasi,” ungkap Tini yang mengaku sangat shock malam itu.
” Jdi saat klarifikasi saya disuruh baca isi catatan yang pak geuchik tulis itu. Coba abag telpon pak babinsa syukri. Beliau lebih tau kejadian malam itu,” tambah Tini lewat pesan Whatsappnya.
Dia membeberkan pilihan sulit yang diberikan aparat desa kepadanya malam itu berupa sanksi tertentu kepada keluarganya, jika ia tidak bersedia membacakan teks yang ditulis geuchik tersebut, maka ada sanksi tertentu yang akan ia dapatkan.
” Surat pernyataan yg isi nya. Jika ada acara hidup atau mati dalam keluarga saya. Mereka tidak akan peduli, kalau acara mati mereka cuma melakukan fardu kifayah saja, sedang kalau ada apa saja dalam keluarga saya, pihak desa tidak akan peduli..kalau itu berlaku untuk saya dan suami saja saya tidak peduli. Saya mau kok pindah desa. Kembali lagi orang tua saya disini. Mereka sakit sakitan udah tua,” ungkap Tini yang tampak mendapat tekanan psikologis bertubi – tubi sejak kasus dugaan ancaman pengusirannya itu bermula.
Tini mengungkapkan sebenarnya dirinya tak bermaksud hadir pada rapat malam itu, namun akhirnya ia mendapati dirinya tidak dapat lagi menghindari pertemuan pada malam itu.
” Saya tidak diundang rapat, cuma suami yg disuruh, tapi pas malamnya saya dipanggil, malam itu saya sendiri tidak ada yang datang seperti kata bang nyakli. Kalau saya tau seperti itu saya juga tidak akan datang,” kata Tini.
Tini sendiri merasa tidak punya pilihan lain malam itu, selain terpaksa membacakan teks yang sudah disiapkan geuchik tersebut untuknya.
” Saya ikhlas bg, tanya bang nyakli apa yg sebenarnya yg terjadi, tanya pak babinsa, tanya pak panglima sago yg hadir, saya seorang wanita tanpa pendidikan, di kerumunin ratusan orang saat sidang, apa yg bisa saya lakukan??” ungkap Tini ketakutan.
Dia mengaku sangat shock dengan apa yang ia alami pada malam itu, dikerumuni puluhan orang dan tak bisa berbuat banyak untuk membela diri serta keluarganya.
” Di luar rame banget bang, anak muda, ibu ibu, di dalam juga penuh. Gak ratusan mungkin juga puluhan, tidak bisa saya gambarkan bagaimana perasaan saya saat itu bang, sampai hari ini kalau saya mengenang itu saya akan terus menangis, saudara saudara yang dari jauh telpon kasih semangat ke saya, makanya saya sanggup lalui nya bang,” tutup Tini dalam kondisi tertekan.
Di pihak lain, geuchik Seunebok Baroh, Taufik, mengakui bahwa surat itu ditulis oleh pihak tertentu di desa tersebut. Namun menurut Taufik teks itu sudah dibaca lebih dulu oleh Agustini.
” Iya, itu pihak orang tua kampung yang tulis, tapi sudah dibaca sama Tini,” ungkap Taufik yang tidak menjelaskan siapa nama penulis teks itu dan diduga enggan menyerahkan salinannya ke awak media. (tim)