AmpenanNews. Untuk melindungi anak yang rentan menjadi korban, pelaku dan terkena stigmatisasi karena perilaku terorisme orang tuanya, maka keberadaan posyandu keluarga sebagai salahsatu program unggulan NTB Gemilang, dapat menjadi pusat edukasi dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat, demi keberlangsungan masa depan anak-anak di NTB.
Hal tersebut disampaikan Asisten I Setda Provinsi NTB, Baiq Eva Nurcahyaningsih, M.Si. mewakili Pemprov, dalam FGD bertemakan, Supervisi Pelaksanaan Kebijakan Perlindungan Anak Korban Stigmatisasi dan Jaringan Terorisme, yang digagas Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Selasa (25/5/202) di Lombok Astoria Mataram, NTB.
“Di NTB Revitalisasi Posyandu menjadi posyandu keluarga menjadi pusat edukasi masyarakat tentang semua informasi,” kata Asisten I.
Apalagi jelasnya, sasaran posyandu keluarga mulai dari bayi, remaja sampai lansia. Sehingga sangat tepat Informasi tentang paham radikalisme dan terorisme dapat disampaikan disana. Jadwalnya juga secara rutin setiap bulan.
Jadi menurutnya tepat sekali, karena kata kunci untuk menjaga stigma anak dari orangtua yang terlibat terorisme, dari cara pandang masyarakat melalui pemahaman dan sosialisasi yang secar terus menerus dilakukan.
Untuk itu, tugas bersama semua elemen masyarakat untuk mengarahkan anak-anak, ke hal yang positif supaya tidak menjadi pelaku juga.
Termasuk tugas keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak-anak ini. Sedangkan di sekolah peran guru, termasuk pemerintah daerah juga mempunyai tanggung jawab memberikan penanganan yang cepat, baik rehabilitasi fisik, psikis, pendampingan sosial, peradilan, edukasi ediologi, konseling dan pendampingan sosial.
“Menjadi tanggung jawab kita semua bukan hanya orang tua saja,” tutupnya.
Sementara itu, melalui video online Zoom, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (RI) Nahar, SH., M.Si menegaskan bahwa mengatakan diskusi ini, dapat memberikan rekomendasi agar usaha perlindungan anak dari radikalisme dan tindak pidana terorisme di NTB tercapai.
“Menghasilkan desain bagaimana menyusun regulasi yang membuat kebijakan terkait dengan perlindungan khusus anak dari sudut pandang perlindungan khusus”,
Menurutnya, harus diwaspadai terkait dengan 3 hal dalam perlindungan anak, yang pertama terkait dengan pentingnya pendidikan, sehingga pendidikan tidak mengarah kepada paham-paham radikalisme dan mengarah kepada tindakan-tindakan yang bersifat terorisme.
Kemudian yang kedua terkait dengan persoalan ideologi dan ketiga adalah soal nasionalisme. “Misalnya ada paham yang, tidak hormat dengan Garuda Pancasila tidak memahami tentang nilai-nilai nasionalisme ini tanda-tanda yang harus Kita waspadai,” ungkapnya.
Dalam undang-undang perlindungan anak diingatkan untuk dilakukan upaya edukasi dalam upaya perlindungan khusus bagi anak korban terorisme, oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Yaitu, melakukan edukasi yang berkaitan dengan masalah pendidikan ideologi dan nasionalisme, upaya konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi dan pendampingan sosial.
Kepala P3AP2KB Provinsi NTB, Ir. Husnanidiaty Nurdin, mengatakan dari pertemuan ini, dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi, untuk melakukan pencegahan, penanganan dan perlindungan serta mencari solusi dalam perlindungan anak korban stigmatisasi dan jaringan terorisme.
“Dari diskusi ini, telah banyak sekali masukan, sehingga akan sangat membantu dalam menyelesaikan PR bersama terkait dengan penyusanan regulasi tentang peraturan Gubernur, sesuai keinginan kita bersama,” pungkasnya.
Fokus Grup Diskusion ini juga turut dihadiri oleh Kepala P3AP2KB Kabupaten/Kota dan PPA di NTB.