Terjemahan

AmpenanNews. Guru Besar Universitas Mataram, Prof. Dr. H. Zainal Asikin, SH.SU. merespon berita di media online maupun cetak dengan menulis Surat Terbuka Kedua terhadap penegak hukum, terkait penahanan empat Ibu Rumah Tangga ( IRT ) beserta anaknya atas dasar laporan dari salah satu perusahaan pabrik rokok di Desa Wajegeseng Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat,

Sebelumnya Prof. Asikin juga menulis Surat Terbuka kepada Bapak Kapolda Nusa Tenggara Barat atas permasalahan diatas tersebut di akun media sosialnya, isinya sebagai berikut.

Surat Terbuka Pertama Untuk KAPOLDA NTB
Oleh Prof Dr.H. Zainal Asikin, SH, SU

Assalamualikum Wr Wb
Yang saya banggakan Pak Kapolda NTB !
Mohon maaf beribu maaf, jika surat ini saya buat, karena jika saya sampaikan langsung, saya hawatir surat ini tidakn cepat sampai dan tidak segera dapat bicara. Padahal saat ini ada 4 orang Ibu ( Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, Hultiah ) dan dan 2 orang balita sedang menanti “tangan mulia “ bapak agar ibu dan anak anak tersebut dapat segera dikeluarkan sari tahanan, atas nama keadilan, kemanusiaan dan kepantasan.

Keadilan sangat dibutuhkan oleh ibu ibu dan anak anak tersebut, karena betapa naifnya jika gara gara mereka melepmpar dan atau merusak sebuah gudang atau bangunan yang” mungkin dianggap merugikan pengusaha puluhan juta rupiah “ yang berujung penahanan ibu ibu dan anaknya yang masih balita. Jika memang ada kerugian 4 juta rupiah atau puluhan juta rupiah, maka kami siap mengganti ruginya dengan nilai yang lebih tinggi dan seimbang dengan nilai kesalahan yang dilakukan. Tapi menahan ibu ibu dengan anaknya, adalah suatu ketidak adilan yang justru dapat meruntuhkan nilai nilai moralitas penegakan hukum.

Kemanusiaan, adalah sebuah cita cita hukum yang memerlukan semangat persaudaraan dan persatuan. Bahwa ibu ibu yang lugu ini tentunya tidak berlaku seperti itu (melempar sampai rusak sebuah fasilitas perusahaan), jika tidak dilandasi oleh “ sebab yang terjadi sebelumnya “.

Maka tentunya patutlah didalami apa sebabnya seorang wanita lugu bersikap seperti. Wanita akan berbuat seperti itu karena merasa perlindungan akan rasa aman dan nyaman,mungkin tidak diperoleh selama ini atas keberadaan yang berada didekatnya. Disinilah pentingnya “penyelidikan secara seksama dengan pendekatan kemanusiaan dan hati nurai “. Maka menahan ibu ibu dengan bayinya atas sebuah kerugian materiel yang terlalu kecil bagi seorang pengusaha sangatlah tidak berkesusaia dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Kemanfaatan (Utility) apa yang dapat diperoleh dengan melakukan penahanan ibu ibu dan anak ananya ?. Bukankah gudang tembakau berada pada lingkungan masyarakat dan setiap hari berinteraksi dengan masyarakat. Tentu penahanan ini justru akan menimbulkan disharmoni antara masyarakat dengan pengusaha.

Pak Kapolda !

Tentu saya berharap dan sama sama pernah menbaca Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, merupakan entry point dari suatu penegakan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana merupakan kunci utama penentuan dapat tidaknya suatu tindak pidana dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan pidana guna mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dengan tetap mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Perkembangan sistem dan metode penegakan hukum di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti perkembangan keadilan masyarakat terutama perkembangan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dengan membebani pelaku kejahatan dengan kesadarannya megakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

Surat edaran Kapolri tentang Restorative Justice inilah yang selanjutnya dijadikan landasan hukum dan pedoman bagi penyelidik dan penyidik Polri yang melaksanakan penyelidikan/penyidikan, termasuk sebagai jaminan perlindungan hukum serta pengawasan pengendalian, dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam konsep penyelidikan dan penyidikan tindak pidana demi mewujudkan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat mewujudkan keseragaman pemahaman dan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) di Lingkungan Polri.

Metode penyelesaian perkara pidana yang mencerminkan penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) terhadap perkara pidana, adalah juga mengacu pada Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4 Undang Undang No.08 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pedoman penanganan Penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice adalah sebagai berikut : Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat;Tidak berdampak konflik sosial; Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya dihadapan hukum;
Prinsip pembatas lainnya bahwa Pada pelaku : Tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan (schuld) atau mensrea dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk); dan Pelaku buka residivis.

Berdasarkan alasan alasan di atas , mengingtat tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat dan kami dan masyarakat lainya bersedia menjadi penjamin bahkan bersedia memberikan ganti rugi, dan demi kedamaian bersama dan keberlanjutkan iklim berusaha pada wilayah sekitar, maka alangkah pantasnya Bapak berkenan menerapkan “restoratif justice” dalam perkara Ibu ibu dan anak anak yang sekarang ditahan pada tahanan Polres Lombok Tengah,

Demikianlah surat tebuka ini saya sampaikan, dan atas Kebijakan dan kebaikan hati bapak kami haturkan terima kasih.
Mohon Maaf jika terdapat kekeliruan kami.
Wassaaalam Wr Wb Mataram 18 Februari 2021

Setelah adanya surat terbuka pertama, respon Polda NTB melalui Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol. Artanto. S.iK.,M.Si. melalui pers rilis kepada media AmpenanNews mengatakan, Sabtu (20/2) malam, menegaskan bahwa pihak Polres Lombok Tengah yang menerima laporan kasus pengerusakan sesuai Pasal 170 KUHP itu, telah melakukan proses hukum sesuai prosedur.

Baca Juga :  GPN Surati Baznas RI Untuk Peninjauan Kembali Atas Hasil Pansel
Kabidhumaspoldantb
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto. S. I. K,. M. S. i.

“Pihak Polres Lombok Tengah telah melakukan lebih dari dua kali mediasi keduabelah pihak untuk penyelesaiannya, namun tidak ada titik temu dan kesepakatan, kemudian penyidik melanjutkan proses penyidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ungkapnya.

“Selama proses itu (penyidikan dan penyelidikan, red) Polisi tdk melakukan penahanan,” tegasnya.

Sehingga, lanjut Kombes Artanto, pihak Polres Lombok Tengah melanjutkan laporan menjadi berkas perkara. Setelah dinyatakan P21(Lengkap) berkas tersebut diserahkan dan atau dilimpahkan penanganannya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya.

“Jadi, saya tegaskan kembali bahwa tidak ada penahanan selama proses hukum yang dilakukan Polres Lombok Tengah,” tutupnya.

Setelah Kabid Humas Polda NTB, Memberikan Respon, kembali menulis surat terbuka kedua yang berisi.

Baca Juga :  Terduga Kasus TPPO Diringkus Tim Puma Polresta Mataram

Surat Terbuka Kedua Untuk Penegak Hukum
( RESPONSIF BAPAK KAPOLDA NTB )

Bapak Kapolda Yang Terhormat
Bapak Gubernur NTB
Penegak Hukum Yang saya cintai

Assalamualikum Wr wb
Pertama tama saya menyampaikan salam hormat kepada aparat Kepolisian di NTB yang telah secara meresponsn setiap persoaloan hukum melalui pendekatan Restojustice sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana
Jajaran Kepolisian Polres LombokTengah ternyata tidak melakukan penahanan terhadap 4 orang Ibu ( Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, Hultiah ) dan dan 2 orang balita yang berhadapan dengan kasus tersebut.

Menurut informasi yang diterima dari Bapak Kapolda NTB bahwa upaya restojustice telah dilakukan dengan berbagai cara namun tidak tercapai kesepakatan dan sampai proses P21 dan kasusnya belum berhasil dilakukan Restotaif juctice ditangan Kejaksaann sehingga sampai pelimpahan perkara ke Pengadilan.

Saya menyampaian terima kasih kepada Bapak Kapolda dan jajaran di Polres Lombok Tengah yang telah menempatkan ibu ibu tersebut sebagai pihak yang perlu dilindungi dan diberikan perlakukan khusus demi melindungi psikologi anak anaknya sehingga tidak melakukan penahan pada proses penyelidikan dan penyidikan.

Nah saat ini bola berada di Tangan Penuntut Umum dan Majelis Hakim yang mulia semoga ibu ibu tersangka mendapat perlakukan yang adil dengan hukuman yang seringan ringannya .

Kepada Bapak Gubernur NTB saya haturkan terima kasih yang memberikan atensi yang sungguh sungguh sehingga Insya Allah para ibu yang lugu ini akan mendapat penahanan luar dalam waktu dekat.

Jika Kapolri punya semangat menerapkan “ restojustice “, maka kejaksaanpun memiliki semangat yang sama dengan Peraturan Jaksa agung No,15 Tahun 2020 agar upaya mediasi dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapai masyarakat kecil.

Berangkat kesamaan visi dan missi diatas semoga persoalan yang dihadapi saat ini oleh ibu ibu yang berada dalam tahanan dapat terselesaikan dengan aman, tertib dan damai.

Sekali lagi trima kasih kepada pak Kapolda yang saya banggakann semoga bapak slalu diberikan kesehatan untuk tetap mengawal kedamaian di NTB. Amiin.

Mohon maaf jika ada kekeliruan dan ketidak nyamanan.

Wassalam Wr Wb
21 Februari 2012
Prof Dr.H.Zainal Asikin, SH, SU

Dikutip dari akun media sosial zainal asikin

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments