Pada saat kondisi pendemi sekarang berujung banyaknya karyawan swasta yang di PHK, dunia kerja yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian mendapatkan ujian yang paling berat sejak awal terjadinya pendemi covid-19 yang melanda Indonesia pada maret 2020.
Tidak sedikit perusahan yang memutus hubungan kerja dengan kariawan (PHK). Pendemi virus corona mengakibatkan dampak serius di sector ketenagakerjaan.
Data Menaker menunjukan Di masa pendemi tercatat 1.792.108 juta buruh yang harus di PHK. Orang tua yang awalnya memilki pekerjaaan dan sudah aman dalam urusan finansial tiba-tiba dihadapkan dengan kondisi yang belum pernah dibayagkan sehingga banyak peyebab orang tua melakukan kekerasan terhadap anak karena kebingunggan dengan keadaan yang berubah dari biasanya pada saat pendemi covid-19.
Mayoritas anak mengalami kekerasan selama belajar daring di rumah.
Keterbatasan ekonomi keluarga untuk membiaya pembelajaran daring anak menjadi salah satu sebab orang tua lebih mudah terpancing amarahnya, saat anak tidak mampu menguasai proses pembelajaran jarak jauh di rumah, kondisi perekonomian yang sedang melemah serta kebutuhan yang harus terus terpenuhi.
Kodisi ini, cukup memperhatinkan melihat dampak PHK yang berujung terhadap kekersan perempun dan anak yang dilakukan di NTB.
Seperti, kekerasan fisik, mulai dari dorongan cubitan tendangan sampai pemukulan, selain Kekerasan psikologis, mulai dari membuat jadi takut,hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan tekanan-tekanan psikologis lainnya.
Kondisi ini masih dianggap hal sepele di masyrakat. Pemahan tokoh agama, tokoh masyrakat, dan orang tua masih sangat kurang. Melihat masih banyaknya kekersan perempuan dan anak terutama di masa pendemi.
Pengetahuan dan informasi cara menanggulangi kekeraasan terhadap perempuan dan anak masih sangat kurang, karena permasalahn ini masih sangat dinggap sepele dan tidak menghiraukan dampak yang ditimbulkannya.
“ Secara umum perempuan dan anak megalmi Tindakan kekerasan karena, anak yang dipekerjakan secara penuh, adanya kesenjangan ekonomi antara laki-laki dengan perempuan, dominasi laki-laki terhadap perempuan, pengambilan keputusan yang berbasis laki-laki serta konsruksi kebudayaan masyarakat yang masih kuat bahwa perempuan lebih banyak hanya menjadi pekerja rumah tangga.” Di kutip dari jurnal Jhon Dirk Pasalbessy.
Anak-anak yang akan cenderung mengalami kekerasn. Anak lebih sedikit meninggalkan rumah, akan sering bertemu dengan orang pelaku kekerasan, anak yang lebih kecil tidak memahami cara melapor atau mengakses bantuan, kurangnya aktivitas di sekolah sebagai tempat yang aman bagi anak serta dukungan dari sekolah.
Jika dilihat dari data System informasi online Perlindungan Permpuan dan Anak (Simponi PPA) pada 29 febuari – 10 juni 2020 terdapat 787 kasus kekerasan terhadap permpuan (KtP) dan 523 kasus KDRT.
Serta Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi.
“Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi. Oleh karena itu dalam menghadapi new normal ini, kita harus pastikan angka ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi Covid-19,” jelas Valentina.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Nusa Tenggara Barat menunjukkan kekerasan terhadap anak di provinsi tersebut meningkat 12 persen selama pandemi COVID-19.
Sementara itu, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menemukan kekerasan terhadap anak mencapai 5.697 kasus dengan 5.315 korban sepanjang 1 Januari 2020 hingga 23 September 2020. Sedangkan di NTB sendiri kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat 12 % hingga tahun 2020.
“Mayoritas anak mengalami kekerasan selama belajar daring di rumah. Keterbatasan ekonomi keluarga untuk membiaya pembelajaran daring anak menjadi salah satu sebab orang tua lebih mudah terpancing amarahnya saat anak tidak mampu menguasai proses pembelajaran jarak jauh di rumah,” jelas Yuliana.
Yulina juga mengatakan, perlu upaya strategis dalam menguatkan fungsi dan peran keluarga dalam proses pendampingan anak selama berkegiatan di rumah. Kapasitas keluarga perlu diperkuat terutama fungsi keluarga dalam mendampingi anak selama pandemi COVID-19.
“Meskipun tidak mudah, dengan upaya maksimal dan kerja sama sedini mungkin dan memperkokoh peran serta sekolah, keluarga, dan masyarakat, seharusnya kita mampu bersama-sama mengatasi kasus kekerasan terhadap anak selama pandemi COVID-19,” katanya.
Oleh sebeb itu untuk mengurangi dan mencegah kasus kekerasan terhadap permpuan dan anak dibutuhkannya peran dari semua pihak, tidak hanaya dari pemrintah semata melainkan dari orang terdekat dan pertama yang menjaadi tempat sosialisasi permpuan dan anak yaitu kelurga.
Dengan memanfaatkan pemerintah, Lembaga suadaya masyarakat (LSM) serta dilibatkannya kelompok-kelompok yang berda dekat dengan masyarakat serta mudah diakses.
Salah satu yang bisa dijadikan role model atau contoh dalam penurunan dan pencegahan kekersan terhadap perempuan dan anak yaitu Yayasan Tunas Alam NTB (SANATI NTB) yang bergerak dalam bidang pemberdayaan permpuan dan anak.
Berangkat dari permasalahan yang ada SANTAI NTB melihat sangat perlunya ada solusi yang diberikan di salah satu desa di Lombok Utara langsung berinisiasi serta menjadi pelopor untuk di bentuknya Forum Anak (FA).
Cara yang yang ditempuh oleh SANTAI NTB yaitu mengajak diskusi para tokoh pemuda, kepala desa, para kadus dan para tokoh masyrakat, akhirnya terbentuklah Forum Anak (FA) di Desa Medana sejak tahun 2019.
Dari terbentuknya FA ini mampu mengajak para anak-anak, orang tua dan masyarakat di Desa Medana untuk mengkampanyekan Stop nikah di usia anak, pekerja anak serta kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dengan diikuti kegitan-kegitan lainnya, seperti belajar menjadi pelopor, belajar menulis, kegiatan keagaaa, olah raga dan masih banyak lagi kegitan positif lainnya, sebagai tempat anak bermain dan belajar.
Ini merupakan tempat paling mudah dan dekat dengan masyarakat yang bisa dijadikan desk konsling seperti kelompok pengajian, ibu-ibu PKK, Dharma Wanita, Karang Taruna, PGRI, dan berbagai kelompok Lembaga sosial lainnya yang dapat dengan mudah diakses sebagai tempat desk konsling, tentu dengan akomodasi, pasilitas yang memadai dan sosialisasi atau pemberian pemahaman serta langkah-langkah dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Ini merupakan langkah yang efektif dalam menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia khususnya NTB yang sudah menjadi momok dan ibarat gunung es.
Tentu dengan diipmlementasikan rekomendasi-rekomendasi ini dapat mencegah secara konkrit serta hasil yang positif.
Sehingga mampu megurangi maslah-masalah terutama yang berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Oleh: Muhammad Ali Sopian
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Sosiologi
Universitas Mataram