Pandemi Covid-19 memberikan dampak besar bagi masyarakat luas. Selain kesehatan, sosial-ekonomi juga menjadi permasalahan besar dikala pandemi ini. Untuk mengurangi dampak tersebut, pemerintah telah membuat kebijakan berupa bantuan-bantuan sosial seperti JPS dan BLT.
Jaring Pengaman Sosial (JPS) merupakan salah satu program pemerintah yang tujuannya untuk membantu rakyat agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pangannya dikala pandemi Covid-19 melanda. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui program JPS ini berupa sembako, seperti beras, minyak, gula, dan lain-lain yang diperuntukkan kepada warga terdampak Covid-19 khususnya kurang mampu.
Bantuan JPS telah didistribusikan ke banyak daerah salah satunya di Desa Kekeri, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Bantuan JPS memberikan banyak manfaat bagi masyarakat yang terdampak Covid-19. Dengan adanya bantuan JPS ini masyarakat khususnya di Desa Kekeri tidak perlu takut lagi kelaparan karena sudah mendapatkan jaminan oleh pemerintah. Namun, selain memberikan dampak positif disisi lain adanya bantuan ini ternyata merugikan para pedagang di desa terutama bagi pedagang sembako. Mereka mengeluhkan sepinya pelanggan akibat bantuan JPS yang datang secara terus-menerus. Terhitung sudah ada 3 kali pendistribusian bantuan JPS di Desa Kekeri. Hal ini membuat pemasukan para pedagang di desa Kekeri kian menurun.
“Keuntungan saya selama pandemi Covid-19 saja sudah sangat menurun. Dari yang awalnya bisa meraih untung sekitar 2 juta perbulan, setelah ada pandemi Covid-19 ditambah pembagian bantuan sembako yang terus berdatangan, pendapatan saya bisa turun hingga 70%. Dengan pendapatan segitu, sulit bagi saya untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya. Beruntung kami masih bisa makan, tapi untuk bayar pengeluaran yang lain susah.” Ungkap Fatma, salah satu pedagang sembako.
Adanya bantuan JPS ini membuat para pedagang sembako mengalami kerugian besar dan barang-barang dagangan mereka akhirnya dikonsumsi sendiri karena tidak laku dijual. Hal itu pula yang menyebabkan banyak pedagang pada akhirnya gulung tikar karena sudah tidak memiliki modal.
Kerugian akibat adanya bantuan JPS ini tidak hanya berpengaruh pada pedagang sembako di dalam wilayah desa Kekeri saja, melainkan juga berpengaruh pada warga desa kekeri yang berjualan di pasar sayang-sayang. Sebenarnya pasar sayang-sayang bukan bagian dari wilayah desa Kekeri, namun pasar ini merupakan pasar terdekat yang dapat dijangkau karena desa Kekeri tidak memiliki pasar tradisional sehingga untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari, warga bergantung pada pasar sayang-sayang.
Tak heran, pembeli dan penjual di pasar sayang-sayang didominasi oleh warga desa Kekeri. Namun, adanya pandemi Covid-19 membuat kondisi pasar menjadi sepi dan tidak seramai dulu. Belum lagi adanya bantuan JPS membuat para pedagang sembako di pasar sayang-sayang kehilangan banyak pelanggannya.
Hal ini turut berimbas pada pendapatan mereka. Para pedagang tersebut hanya bisa pasrah dengan kondisi yang sedang mereka alami. Mereka berusaha memutar otak bagaimana cara agar kebutuhan keluarganya bisa terpenuhi, disamping memikirkan biaya sewa toko yang harus mereka bayar. Belum lagi bertambahnya saingan dari para pengampas yang menjual berasnya langsung kepada para pembeli dengan harga yang lebih murah dari pasar.
Para pengampas tersebut menjual berasnya dengan cara berkeliling ke desa maupun berjualan didepan pasar dan tak jarang mereka mencegat para pembeli yang ingin masuk ke dalam pasar. Hal itu sangat merugikan para pedagang. Namun mereka berdalih bahwa apa yang mereka lakukan semata-mata karena desakan kebutuhan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan efek yang ditimbulkan akibat bantuan sembako yang terus-menerus didistribusikan oleh pemerintah.
Sebenarnya pemerintah sendiri sudah memberi solusi untuk membantu para pedagang agar tetap bisa mendapatkan modal usaha dan menjalankan usahanya yaitu dengan cara memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) senilai 2,4 Juta kepada para UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).
Namun bantuan ini juga menimbulkan permasalahan baru dimana kantor desa Kekeri tidak melakukan pendataan secara menyeluruh kepada para pelaku usaha mikro sehingga banyak pelaku UMKM yang namanya tidak terdaftar didalam pengajuan BLT.
Sehingga pada tanggal 21 Oktober kemarin para pelaku UMKM yang namanya tidak tercatat ke penerima bantuan BLT bersama-sama melakukan unjuk rasa di depan Kantor Desa Kekeri. Mereka menuntut hak mereka dan meminta dilakukan pendataan ulang.
Memang setelah itu pemerintah desa memutuskan untuk melakukan pendataan ulang secara menyeluruh kepada semua pelaku UMKM dan datanya pun sudah dikirm ke pusat. Namun hingga saat ini dana BLT untuk pelaku UMKM yang datanya menyusul masih dalam proses.
Terkait dengan masalah tersebut, sedikit saran yang bisa saya berikan kepada pemerintah desa Kekeri yaitu pemerintah desa harus lebih memperhatikan lagi warganya. Terkait permasalahan bantuan sosial ini sudah sering kali terjadi dengan alasan sama yakni lagi-lagi terkait pendataan yang dilakukan tidak secara menyeluruh.
Jika merasa tidak mampu atau kewalahan dalam melakukan pendataan warga secara cepat dan menyeluruh, solusi yang bisa saya tawarkan adalah dengan menambah pegawai baru yang cekatan dan tanggap. Selain itu tentunya juga harus melakukan perbaikan terhadap kualitas kinerja aparatur desa. Karena kesejahteraan warga merupakan tanggung jawab pemerintah setempat.
Sherly Kurnia Dafani
Prodi Sosiologi Universitas Mataram