Akhir tahun 2019 lalu, tepatnya pada bulan Desember, dunia dihebohkan dengan sebuah virus mematikan. Sebuah virus yang dapat menyebar secepat kilat. Pakar kesehatan menyebutnya dengan Covid-19 (coronavirus disease 2019). Virus yang dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok China ini merupakan jenis coronavirus baru yang menyerang manusia pada area pernafasan.
Secara global, hampir di seluruh negara terdampak Covid-19, termasuk Indonesia. Akibatnya, berbagai sektor kehidupan seperti dibidang sosial,ekonomi, politik, keamanan dan kesehatan. Di sektor enomi misalnya, dengan adanya imbauan pemerintah untuk berdiam di rumah, berpengaruh pada aktivitas bisnis masyarakat yang kemudian berimbas pada perekonomian.
Sejumlah sektor perekonomian mengalami penurunan di masa pandemi Covid-19 dan mempengaruhi fluktasi harga komoditas-komoditas pangan. Adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan imbauan guna mencegah penyebaran Covid-19, seperti pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah yang berimplikasi terhambatnya distrubusi dari wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya.
Meski begitu, nampaknya terdapat pula sektor yang mampu bertahan di masa pandemi ini. Pertanian menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Ketika semua sektor terpukul pandemi, sektor pertanian justru mengalami kestabilan. Sektor pertanian tembakau misalnya.
Rupanya, sektor pertanian terkena dampak paling kecil dibandingkan dengan sektor lain. Hal ini terjadi karena dampak dari pembatasan sosial akan relatif minimal pada sektor pertanian, walupun masih adanya resiko dari disrupsi rantai penawaran dan terpuruknya permintaan.
Kemudian, dikarenakan wilayah sektor pertanian bukan wilayah yang memiliki penduduk yang padat seperti perkotaan, namun diwilayah pedesaan. Masyarakat desa yang berprofesi sebagai petani juga turut merasakan dampak pandemi ini, seperti petani tembakau.
Di Indonesia, beberapa daerah memanfaatkan lahan pertaniannya untuk menanam tembakau. Salah satu daerah yang didominasi oleh petani tembakau terdapat di Pulau Lombok. Sebuah pulau yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memiliki wilayah yang pekerjaan masyarakatnya bertani tembakau. Misalnya di Desa Landah, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng).
Pada musim kemarau, para petani setempat akan menaman tembakau. Awal tahun 2020 lalu beredar isu bahwa harga tanaman tembakau akan mengalami penurunan. Uniknya, pandemi dan isu yang beredar tersebut tidak menyurutkan niat para petani untuk tetap menaman tembakau, meski sebagiannya beralih untuk menanam tanaman lainnya, seperti cabai, tomat, kedelai, dan lain sebagainya. Para petani melihat adanya potensi dan peluang yang memungkinkan harga jual akan tinggi, dikarenakan berkurangnya petani yang menanam tembakau.
Masyarakat juga melihat bahwa aktivitas pertanian masih dapat berjalan dengan baik meski protokol diterapkan secara ketat. Dilihat dari segi kesehatan apalagi dimasa pandemi seperti ini, permintaan rokok masih tetap ada seperti biasanya, meski tidak sebanyak tahun sebelumnya.
Pada awal pemanenan harga jual tembakau cukup tinggi dengan kualitas tembakau yang cukup baik. Tingginya harga jual juga dipengaruhi oleh kurangnya jumlah petani tembakau sehingga jumlah bahan dasar rokok ini pun berkurang. Selain itu, fluktatif harga tembakau terjadi karna faktor kenaikan bea cukai jadi harga jual harus ditekankan.
Namun, dipertengahan masa panen, harga tembakau mulai turun. Hal ini disebabkan oleh beberapa pihak gudang yang memilih untuk tutup. Tentu saja faktor penyebabnya ialah adanya pengurangan kouta pengiriman tembakau yang masuk disetiap gudang, sehingga para pembeli memilih untuk menurunkan harga.
Pihak yang terdampak dari penurunan harga ini ialah petani tembakau yang hanya memiliki lahan kurang lebih satu hektar, karena mereka hanya mengandalkan pembeli tidak bisa langsung mengantarkan hasil panen ke gudang (petani binaan dapat mengirim langsung ke gudang, sehingga harga relatif stabil. Sedangkan petani non binaan akan mengalami penurunan). Harga jual yang mengalami penurunan diatasi dengan menitipkan barang pada orang yang masih memiliki kouta untuk memasukan tembakau ke gudang.
Seperti PT H.M Sampoerna Tbk, yang sebelumnya dari 2.83 menjadi 4.88 triliun. Hal ini dikarenakan penjualan rokok menurun 11,8 persen sepanjang 2020 menjadi 44,73 triliun dibandingkan priode dengan tahun sebelumnya. Kedua perusahaan yang mengalami kerugian ialah penguasa pasar rokok nasional.
Gudang Garam menguasai pasar sebsesar 25,6 persen. Gambaran lainnya telihat pada riset pasar Nielsen yang menyatakan permintaan rokok menurun selama masa pandemi Covid-19. Secara total, volume penjualan pada industri ini menurun 12,8 persen dibanding dengan tahun sebelumnya menjadi 110,4 miliar batang.
Selain disebabkan oleh pandemi, faktor yang mempengaruhi pendapatan petani tembakau ialah kualitas tanaman yang berkurang karena pada masa pertumbuhan turunnya hujan. Hal ini tidak baik bagi pertumbuhan tembakau, terjadi di wilayah Sakra Lombok Timur. Petani tembakau tetap bisa bertahan hingga akhir panen meskipun adanya permainan harga dan adanya pandemi Covid-19.
Meningkatkan Kualitas Tanam Sebagai Cara Untuk Bertahan
Menurut penulis, strategi bertahan yang bisa dilakukan oleh para petani yakni dengan meningkatkan kualitas tanam. Mulai dari pemilihan bibit, pemberian pupuk, perawatan hingga tumbuh dewasa, serta proses pembakaran. Untuk bibit, sebaiknya menggunakan jenis bibit tembakau virginia, selain berkualiatas, daun yang dihasilkan pun memiliki ukuran yang cukup besar, berbeda dengan jenis bibit yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, perhatian kepada industri hasil tembakau di tengah pandemi dan resesi harus menjadi fokus utama pemerintah. Terlebih pemerintah tetap membutuhkan pemasukan untuk tetap menjaga ruang fisikal tercukupi disaat masyarakt membutuhkan stimulasi dan perlindungan sosial. Pemerintah harus bersifat integratif dengan memasukan sektor pendukung pertanian dalam perlakuan khusus. Petani adalah salah satu profesi yang sering mengalami ketidakpastian, baik dari alam, seperti cuaca, maupun dari relasi pasar.
Pandemi Covid-19 menambah sumber ketidakpastian dikalangan pelaku perekonomian termasuk petani. Kedua, negara disaat masa krisis ini harus hadir dan lebih intensif dalam melakukan intervensi distribusi. Kita semua, khususnya orang yang orang tuanya berprofesi sebagai petani berharap, pemrintah bisa mengatasi permasalahan ekonomi baik itu di sektor pertanian, pasar, bisnis dan lain sebagainya. Mengingat saat ini, keadaan sedikit membaik.
Oleh : Sarisah, mahasiswi Universitas Mataram Fakultas ilmu Sosial dan Politik Prodi Sosiologi
Good news👍