Terjemahan

AmpenanNews. Salah satu pemilik lahan di areal Sirkuit MotoGP Mandalika, Gema Lazzuardi mengaku tidak pernah ikhlas dunia-akhirat. Di depan Kapolres Lombok Tengah, AKBP Esty Setyo Nugroho, Gema bahkan berani menyumpahi pembuat surat perintah (Sprint) atas proses land clearing Senin (16/11).

“Saya sumpah tujuh turunan tidak akan tenang dunia-akhirat, khususnya bagi yang mengeluarkan Sprint eksekusi ini. Syaa juga berdoa agar pembuat Sprint ini dihimpit tujuh lapis tanah,” tegas Gema sembari menunjuk Kapolres di lokasi.

Menurutnya, proses eksekusi lahan tersebut cacat prosedur. Sebab mediasi atas persoalan lahan tersebut masih dalam proses.

“Saya punya lima alas hak kuat, termasuk putusan Mahkamah Agung (MA). Sementara HPL yang dimiliki ITDC itu beda objek dengan lahan saya, kok ini malah main eksekusi saja,” bebernya.

Baca Juga :  Pantai Yang Tetap Menjadi Primadona Wisatawan Diakhir Pekan

Januari 2020 lalu lanjut Gema, pihak ITDC sempat melapor ke Polres Lombok Tengah atas tindak pidana ringan (Tipiring). Saat itu ITDC dimenangkan pihak Pengadilan Negeri Praya. Sebulan berselang, Gema justru menang di tingkat Pengadilan Tinggi Mataram.

“Kami punya bukti kuat semuanya. Sampai Komnas HAM pun mengakui alas hak yang kami punya, makanya Komnas HAM berani membuat rekomendasi agar lahan kami dibayar,” papar dia.

Di satu sisi, pihaknya sudah tidak percaya lagi kepada aparat hukum, khususnya Polri. Sebab Polri sebagai penegak hukum justru melanggar hukum.

“Polri yang mengeluarkan produk hukum justru yang arogan melanggar hukum. Contohnya ini penggusuran paksa, sementara kami sudah punya putusan Pengadilan dan Mahkamah Agung dan berkekuatan hukum tetap dan inkrah,” bebernya.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi Dana RTG, Polres Lotim Tunggu Hasil Tim Ahli Fisik Unram

“Perjuangan kami belum berakhir. Kami akan tetap bertahan mempertahankan hak kami,” tegasnya lagi.

Di tempat terpisah, Ketua MPC Pemuda Pancasila Lombok Tengah, M Syamsul Qomar juga berstatemen pedas soal eksekusi yang dilakukan ITDC bersama Polri tersebut. Baginya, eksekusi paksa yang dilakukan adalah bentuk kedzoliman terhadap masyarakat.

Masyarakat sebagai pemilik lahan tidak akan mungkin mengikhlaskan lahannya diambil secara paksa tanpa tali asih yang jelas.

“Simpel saja, kalau memang mengklaim, pasti warga akan ikhlas. Tapi kalau memang ada pemilik lahan, pasti tidak akan ikhlas haknya diambil,” ketusnya. (Tim)

Subscribe
Notify of
guest

0 Komentar
terbaru
terlama terbanyak disukai
Inline Feedbacks
View all comments