AmpenanNews. Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten ( LHK ) Lombok Timur Muhammad Rusdi menduga, di Kabupaten Lombok Timur saat ini masih banyak terdapat lokasi Eks tambang yang belum direklamasi.
Dijelaskan oleh Rusdi, “Banyak nya Eks tambang yang belum direklamasi saat ini ada beberapa dugaan kemungkinan penyebab nya, pertama tambang tersebut dulunya tidak punya izin sehingga tidak ada anggaran reklamasi, berikutnya lokasi tambang berhenti sementara beroperasi sehingga reklamasi belum waktu nya di laksanakan dan ada juga pengusaha tambang yang bandel dan tidak melaksanakan reklamasi sebagaimana kewajibannya” ucap nya, saat dikonfirmasi media, Rabu (18/11).
Bagi pemegang izin tambang galian C, pada dasarnya memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi, karena ada dana jaminan reklamasi yang telah disetorkan ke Dinas ESDM Provinsi NTB selaku pemberi izin tambang.
Adapun peran Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Kabupaten dalam hal ini, hanya sebatas memantau dan berkoordinasi dengan ESDM Provinsi, terutama terkait pelaksanaan kewajiban reklamasi.
“Kami harapkan kepada semua pihak agar dapat aktif memberikan informasi terhadap lokasi tambang yang belum dipulihkan atau di reklamasi, sehingga bisa dikoordinasikan dengan instansi terkait” harapnya.
Sementara itu di lain tempat, Kepala Bidang Pengendalian pada DLHK Lotim M. Tohri Habibi menegaskan, jumlah tambang yang beroperasi di Kabupaten Lombok Timur sejak Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2020 itu jumlahnya sekitar 120 lebih. Dari 120 lebih jumlah tambang tersebut ada beberapa diantaranya sudah usai dan baru mulai.
Sementara terhadap izin usaha tambang Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB atau Galian C) dikeluarkan oleh Provinsi NTB, termasuk dana jaminan reklamasi juga ditarik oleh Dinas ESDM Provinsi.
Habibi mengakui, “Fungsi DLHK Kab.Lotim selama ini dalam hal pemulihan lingkungan tambang belum tegas, karena Jaminan reklamasi ada di Provinsi. Oleh karenanya banyak sekali tambang galian C di Kabupaten Lombok Timur yang diduga tidak melakukan reklamasi karena luput dari pengawasan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi NTB” dugaannya.
Reklamasi atau pemulihan pasca tambang diwajibkan oleh Peraturan Perundang-Undangan No. 32 Tahun 2009 dan UU Minerba.
Atas dasar itu dan berangkat dari beberapa permasalahan yang ditemukan oleh DLHK Kabupaten Lombok Timur pada lokasi tambang, kedepan DLHK berencana untuk memberanikan diri turut campur dalam menggugat kewajiban reklamasi tersebut dengan cara berkoordinasi dengan ESDM Provinsi, dengan harapan setiap dana jaminan reklamasi tambang galian C harus mendapat rekomendasi dari DLHK Kabupaten baru kemudian boleh diambil oleh penambang.
“Dengan adanya dasar seperti itu mungkin kami dari Bidang Pengendalian DLHK Lotim akan bisa melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan reklamasi tambang tersebut” harap dan tegasnya.
Meski demikian lanjutnya, terhadap pemantauan tetap dilakukan untuk melihat kewajiban reklamasi tersebut.
“Secara umum reklamasi tetap dilakukan oleh penambang, hanya sedikit yang bandel, tapi kita inventarisir yang bandel-bandel ini untuk di blacklist sehingga mereka tidak lagi diberikan izin apabila mereka mau menambang kembali” katanya
Kembali disebutkan oleh Habibi, “Pemda Lotim belum tegas mewajibkan pemegang izin lingkungan untuk menyetor dana pemulihan karena banyak alasan nya, akan tetapi terkait dengan itu mungkin bisa ditanyakan di Bidang Penaatan apa penyebabnya” sarannya.
Ketika ditanya kembali oleh media terhadap besaran anggaran reklamasi galian C per satu lokasi tambang. Kepala Bidang (Kabid) pengendalian memberikan jawaban, belum tegas disini konotasinya, karena izin tambang ada di Provinsi, sehingga tak ada peluang Kabupaten untuk ikut menarik dana tersebut, disisi lain juga banyak izin lingkungan untuk usaha selain tambang ini apakah ada jaminan pemulihannya? Mungkin perizinan lebih tepat menjawabnya.
“Saya baru beberapa bulan di DLHK belum mengetahui secara detail, tetapi infonya terkait dengan anggaran reklamasi itu sesuai dengan luasan tambang, biaya reklamasi itu antara 10 sampai dengan 30 jutaan. Namun demikian untuk soal itu lebih pas nya di Esdm Provinsi NTB yang lebih tahu” ucap singkat Habibi, kepada media.