AmpenanNews. ” Saya suka dengan gairah dan semangat yang dimiliki teman2 Badan Kehormatan DPRD-NTB” Profesor Dr. Zainal Asikin, SH, SU. mengawali penyampaiannya.
Mereka serius untuk membenahi etika, tugas tanggung jawab anggota dan Pimpinan DPRD, agar marwah DPRD Provinsi NTB benar benar terjaga kehormatannya.
Apakah selama ini atau tahun tahun yang lalu DPRD Provinsi NTB kehilangan marwah, atau terjadi kemerosotan etika?
Entahlah !
Tapi mendengar keluh kesah anggota BADAN KEHORMATAN DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, dapat direnungi betapa anggota DPRD Provinsi NTB banyak yang mengabaikan kewajibannya yang fundamental sehingga memberikan peniliaian yang kurang baik dari masyarakat
Terkait dengan hal tersebut, Profesor memberikan penjelasan sebagai berikut
Pertama
Ketika rapat ( terutama Rapat Paripurna) tidak pernah sekalipun anggota DPRD Provinsi NTB hadir tepat waktu atau sidang dimulai tepat waktu, bahkan sidang sidang “molor ” lebih dari 2 jam. Sehingga sampai saat ini saya tidak pernah hadir ketika diundang oleh DPRD Provinsi NTB dalam rapat paripurna, karena akan menggangu agenda saya yang padat.
Kedua
Ketika Rapat Paripurna, Anggota Dewan tidak pernah sama sekali ” Quorum secara Phisik”. Yang dibacakan adalah anggota yang menanda tangani absen cukup banyak, tetapi yang ada di dalam ruangan hanya 15 orang, dan dianggap Quorum. Padahal menurut Pasal 125 ayat 2 Perda No.1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib DPRD bahwa yang dinyatakan Quorum adalah kehadiran Pisik, Bukan Tanda Tangan. Pernah suatu kali seorang anggota yang hadir Intrupsi agar agar yang tidak hadir secara phisik dibacakan nama namanya. Tapi justru seluruh Pimpinan DPRD memarahinya, bukan malah dibela dan diberikan penghargaan.
Ketiga
Begitu pula ketika dalam Rapat Paripurna telah ditentukan pakaian anggota DPRD agar menggunakan Full Dress, tapi apa yang terjadi ? Mereka menggunakan jaket hitam seperti Hotib. Apalagi ketika hadir sehari hari di kantor, mereka berbusana bebas, dengan celana Jean’s Lea, padahal kata Badan Kehormatan bahwa mereka sudah dibagikan pakaian dinas harian.
Keempat
Dinamika lain yang tidak kalah menggelikan, bahwa pada Rapat Pleno atau Rapat Paripurna, masih banyak yang melakukan intrupsi, padahal seharusnya ” debat dan intrupsi ” tempatnya pada rapat komisi, rapat fraksi, dan rapat khusus lainnya yang diatur dalam pasal 116 Tatib. Sehingga Rapat Pleno atau Rapat Paripurna masih riuh seperti “pasar tanah abang “.
Intinya berdasarkan realitas di atas, maka Badan Kehormatan ingin melakukan perbaikan secara lebih bermartabat melalui perumusan dan pengaturan kode etik yang harus didukung oleh orang orang yang bermartabat. Selamat bekerja
Dikutip dari halaman media sosial Profesor. Dr. Zainal Asikin, SH. SU.