AmpenanNews – Presiden Jokowi penuh kejutan. Terakhir kali, tentang Busana Adat Sasak yang digunakan pada Sidang Bersama DPD-DPR RI pada hari Jumat, 16 Agustus 2019 di Kompleks Parlemen Senayan, di Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, salah satu materi yang paling penting adalah rencana pemindahan ibukota negara oleh pemerintah ke Kalimantan. Sebuah keputusan yang sangat strategis dan menimbulkan dinamika di masyarakat.
Pemilihan pakaian adat Sasak tentu memunculkan ragam komentar di masyarakat, terutama di kalangan masyarakat Sasak sendiri yang secara langsung memiliki ikatan emosional dengan pakaian adat tersebut. Umumnya, peristiwa ini memunculkan kebanggaan dari kalangan masyarakat Sasak karena pakaian adat mereka diperkenalkan pada acara resmi kenegaraan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo.
Selanjutnya, menimbang banyaknya permintaan terhadap Majelis Adat Sasak (MAS) untuk memberikan pernyataan publik terkait pakaian adat Sasak yang dikenakan Bapak Presiden Joko Widodo, khususnya mengenai keterangan dan penjelasan tentang makna dari setiap unsur busana adat Sasak yang dikenakan oleh Presiden, terutama bagi mereka yang masih asing dengan pakaian adat masyarakat Sasak. Dengan ini MAS secara khusus menyampaikan.
Pakaian yang dikenakan Presiden Joko Widodo pada acara tersebut disebut ragam busana “tegep”, yang berarti lengkap atau utuh. Ragam ini merupakan busana resmi yang dikenakan pada upacara adat besar sehingga ragam busana ini bisa juga disebut sebagai pakaian kebesaran adat Sasak.
Selain ragam, masyarakat Sasak juga memiliki ragam busana untuk keperluan lain, yaitu ragam busana “Kiai” dan ragam busana “harian”, juga termasuk pakaian adat bagi kaum perempuan. Adapun komponen-komponen pakaian “tegep” yang dikenakan presiden, mulai dari bagian paling atas (kepala) sampai yang terbawah, adalah sebagai berikut:
- “Sapuq“, ikat kepala atau destar. Terbuat dari kain songket. Agar tampak fashionable, antara motif “sapuq” dengan motive kain songket di bagian bawahnya, dipilih motif yang sama. Sapuq adalah komponen pelindung kepala, menutupi bagian ubun-ubun layaknya fungsi peci. Ada berbagai ragam ikatan pemasangan sapuq. Pada yang dikenakan Presiden Jokowi adalah bentuk ragam untuk upacara resmi.
- “Leang”, kain penutup bagian luar. Leang dipasangkan dengan menutupi kain “slewoq” di bagian dalamnya. Terbuat dari songket dengan motif yang disebut “Bulan Begantung” dan ada pula yang menyebutnya “Bulan Getap”. Komponen ini dipasang sedemikian rupa, pada bagian depan dada dibentuk dengan pola yg khas, ujungnya menjulur kebawah, simbol ketundukan, rendah hati kepada hadirin yang hadir. Secara estetika, tampak menjuntai indah.
- “Selepan”, senjata tajam yg diselipkan di “leang”. Presiden Jokowi mengenakan “pemaje”, sebuah alat kerja bagi masyarakat Sasak yg biasanya digunakan dalam tahapan “finishing touch” dari suatu produk atau hasil kerja. Pesan simboliknya, sebelum mencapai tahap akhir dari suatu pekerjaan, ada proses “memperhalus” sehingga tampak indah dan padu. Selain “pemaje,” orang Sasak lazim menggunakan keris sebagai “pegangan,” sekaligus perlengkapan berbusana. Ada cara penempatan posisi keris, jika salah, bisa sebagai isyarat menantang atau congkak.
- “Pegon”, pakaian serupa jas dengan desain khusus, yaitu hanya menutup sebagian punggung. Pada bagian depan, dikancingkan penuh sampai atas sedangkan pada kancing terbawah, biasanya dibuka.
- “Slewoq” atau “kereng poto”, merupakan selembar kain yang diikat sedemikian rupa, pada bagian paling atas slewoq diikat di pinggang dan di gulung seperti sarung di perut bagian depan. Ujungnya melancip dan dipasang terlipat bersusun seperti kipas. Sebagian besar kain ini tertutup “leang,” kecuali di bagian bawahnya. Motif ini ada yg menyebutnya “Ragi Nganjeng, tapi ada yang berpendapat motif itu bernama “Sabuk Galuh” dan “Selulut”. Akibat foto kurang jelas, pengenalan motif agak terkendala, di samping beberapa motif tenunan Sasak memiliki banyak kemiripan.
Majelis Adat Sasak; ditulis oleh:
Drs. Lalu Bayu Windia, M.Si. & Dr. Lalu Ari Irawan, M.Pd.