AmpenanNews – Kemampuan seseorang menyelesaikan berbagai permasalahan juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman hidup, lingkungan serta kemampuan ekonomi. Dengan meningkatnya jenjang pendidikan, akan merubah cara pandang masyarakat kita terhadap permasalahan stunting, sehingga kedepan kita optimis masyarakat NTB dapat terlepas dari masalah ini.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr. H. Zulkieflimansyah, saat membuka acara workshop Lokakarya konsolidasi gerakan bersama pencegahan stunting melalui pendewasaan usia pernikahan provinsi NTB di Ballroom Mandalika Hotel Lombok Astoria, Selasa (18/12/2018).
Hadir sebagai narasumber Ketua TP PKK provinsi Nusa Tenggara Barat Hj. Niken Saptarini Widyawati, yang dalam paparannya menyampaikan bahwa permasalahan perkawinan usia dini, menjadi salah satu penyumbang bagi tingginya angka stunting di Nusa Tenggara Barat. Jumlah rata-rata kasus stunting di NTB kurang lebih mencapai 37,2 persen.
“Pernikahan usia dini adalah akar masalah stunting berdasarkan data angka stunting tertinggi di NTB dengan persentase 40 persen berada di Sumbawa, permasalahan stunting di provinsi NTB saat ini sangat mengkhawatirkan.” Ujar Hj. Niken.
Hj. Niken berharap Ketua TP PKK kabupaten/kota yang hadir dapat memetakan permasalahan stunting di daerah masing-masing. Hal yang perlu dilakukan anatara lain adalah; menggandeng kader PKK untuk terus mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai peningkatan usia perkawinan pada anak, menjalin kerjasama lintas sektor, melalui advokasi dan penyuluhan serta KIE untuk remaja di sekolah/ ponpes, membentuk kelompok dialog warga dengan melibatkan stakeholder, serta OPD terkait untuk terus menggiatkan sosialisasi ini mulai dari tingkat desa.
Menurunnya, minat pemberian ASI menyebabkan peningkatan stunting di NTB, disamping beberapa faktor lain yang mengarah pada penyebab pernikahan usia dini seperti adanya kemiskinan, tradisi kawin muda, hukum yang belum berpihak pada anak perempuan sehingga mengakibatkan eksploitasi hukum, serta perubahan tata nilai yang menganggap
pernikahan anak menjadi solusi menanggulangi kemiskinan.
Ketua Tim Konsultan Integrasi Intervensi Gizi Bappenas Sunarno Ranu Widjojo yang hadir sebagai salah satu narasumber menyampaikan target upaya menekan stunting harus dibawah 20 persen, Sunarno juga menyampaikan bahwa
Permasalahan stunting ini terjadi pada 1000 hari kehidupan pada kehamilan 0-2 tahun.
“Riset kesehatan dasar menyatakan masalah stunting sudah sangat serius ,1 dari 3 Baduta (bawah dua tahun) dan balita mengalami stunting, dan hal ini dapat mengakibatkan permasalah kesehatan seperti gagal tumbuh, hambatan perkembangan, hingga gangguan metabolik,” ujar sunarno.
Menurut Sunarno, bayi dengan stunting beresiko mengidap penyakit tidak menular seperti darah tinggi serta diabetes lebih tinggi dari bayi lahir normal.
Ia juga menekankan bahwa, pilar pencegahan stunting salah satunya adalah, adanya komitmen kepala daerah untuk terus berkampanye terkait komunikasi perubahan perilaku, konvergensi dan konsolidasi program, serta pendekatan multisektor dengan menggandeng instansi maupun NGO yang berkecimpung dalam pemberdayaan kualitas hidup masyarakat.