AmpenanNews – Anggota kirab pemuda Nusantara titik singgah Lombok Barat (Lobar), malam ini, (3/11) menghadiri acara ramah-tamah di halaman pendopo Bupati Lobar. Ramah tamah ini dirangkai dengan pelepasan peserta Kirab.
Kegiatan ini dihadiri para kepala OPD se-Lobar, budayawan Sasak, 34 anggota Kirab dan 50 orang pendamping.
Plt. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Lobar, Maad Adnan menjelaskan, selama 5 hari kegiatan Kirab ini, para peserta sudah melaksanakan baksos di Dusun Sangiang Desa Langko Kecamatan Lingsar. Dusun ini termasuk yang terkena dampak gempa. Dalam baksos tersebut, telah dibangun 2 MCK, dan perbaikan mushola.
“Mudahan apa yang dilakukan bisa menginspirasi pemuda-pemuda lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Usai sambutan PLT Kadis Dikpora, dilanjut dengan sarasehan budaya Sasak yang disampaikan oleh Sekretaris Majelis Adat Sasak, Lalu Prima Wire Putra.
Dalam uraiannya ia menjelaskan bahwa asal kata Sasak adalah Sa’ Sa’ yang artinya yang satu. Ini artinya bahwa orang Sasak adalah orang yang percaya kepada Tuhan Yang Satu.
Begitu pula nama Lombok, bukan berarti cabai, melainkan Lombok (baca O: pada kata kado) yang artinya lurus. Ini maknanya bahwa orang Lombok itu lurus.
Lombok Mirah bagian Lombok barat. Sa’ Sa’ Adi itu Lombok Timur.
Lombok Mirah Sasak Adi artinya suatu kejujuran ibarat mutiara yang sangat berharga.
Salah seorang peserta, Rajagukguk, perwakilan dari GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) menyampaikan, bagaimana di Lobar ini kiatnya melestarikan budaya-budayanya.
“Ini ingin kita tahu agar bisa kita bawa ke kampung halaman,” ujar Rajagukguk.
Menjawab pertanyaan tersebut Bupati Lobar H Fauzan Khalid mengatakan, bahwa salah satu cara Lobar melestarikan budaya adalah dengan menginventarisir budaya-budaya yang ada.
Budaya-budaya tersebu kemudian akan diperbupkan. “Salah satu yang sudah diperbupkan itu adalah pepaosan,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, Lobar belum lama ini diberikan penghargaan sebagai 1 dari 5 daerah yang bisa menjaga persatuan. Ia mencontohkan, even perang Topat merupakan salah satu contoh persatuan dalam perbedaan. Perang Topat ini dilaksanakan oleh dua suku berbeda agama adalah Islam Sasak dan Hindu Bali. “Ini mencerminkan kebhinekaan kita,” ujarnya.
Fauzan berharap apa yang didapat para peserta dapat jadi modal untuk menjaga kebhinekaan dan persatuan Indonesia. Tak lupa Fauzan berharap kepada para peserta agar menceritakan hal-hal yang baik tentang Lombok.
“Saat ini kami sedang berusaha untuk bangkit dari gempa. Ceritakan ke dunia bahwa Lombok sudah siap untuk dikunjungi lagi,” ujarnya.
Salah seorang peserta, Siti Mariani Weriau, perwakilan Kota Merauke dalam kesan pesannya mengatakan, masyarakat di tempat penginapan sangat ramah dan menyambut peserta dengan luar biasa. Makanannya juga sangat enak.
“Mudah-mudahan nanti kami bisa berkunjung kembali ke Lombok Barat,” ujarnya.